Balai Budaya Minomartani: Ruang Masyarakat Meluapkan Ekspresinya

1 day ago 4

 Ruang Masyarakat Meluapkan Ekspresinya Balai Budaya Minomartani Suasana kegiatan di Balai Budaya Minomartani. - Istimewa.

Harianjogja.com, JOGJA—Ruang ekspresi publik layaknya mudah diakses, misalnya dengan berada di tengah permukiman. Contoh nyatanya adalah Balai Budaya Minomartani, ruang masyarakat untuk meluapkan segala jenis ekspresinya.

Tidak jauh dari Jalan Gurameh Raya, Minomartani, Ngaglik, Sleman, berdiri bangunan Balai Budaya Minomartani. Sedari awal masuk gang, hiasan menemani perjalanan menuju balai. Ada ornamen payung hingga caping petani.

Di ujung gang, berdiri bangunan dua lantai. Lantai pertama yang bergaya terbuka, menyimpan seperangkat gamelan. Perangkat itu menunggu para seniman untuk memainkan, secara gratis. Siapapun boleh berlatih maupun tampil di Balai Budaya Minomartani. Sementara lantai dua berisi ruang lebar yang bisa untuk diskusi atau sejenisnya.

Balai itu sudah berdiri sejak 1990. Kala itu, pembentukan balai sebagai ruang publik untuk menyalurkan ekspresi masyarakat. Di masa Orde Baru tersebut, ruang ekspresi terbatas. Salah satu pendiri Balai Budaya Minomartani, Tri Giovanni, menyatakan pembentukan balai terinspirasi dari Banjar di Bali. Banjar menjadi pusat kegiatan masyarakat, baik seni maupun masalah sehari-hari seperti pertanian, tercurah ruah di banjar.

BACA JUGA: Meriahkan Gelar Budaya, Bupati Temanggung Ikut Menari Jaran Kepang

“Kami melihat itu sebuah ruang publik yang demokratis, ruang publik yang memberikan kesempatan masyarakat yang enggak bisa berbicara (voice of voiceless), terinspirasi banjar, kami mendirikan balai budaya,” kata Giovanni, beberapa waktu lalu.

Kala itu, Giovanni bekerja di Pusat Kateketik atau Puskat (sekarang Studio Audio Visual Puskat). Dia bersama karyawan Puskat lain tinggal di kompleks perumahan yang sama. Di situ pula lah, mereka membentuk Balai Budaya Minomartani. Meski awalnya inisiasi pegawai Puskat, namun pengelolaannya berasal dari masyarakat, untuk masyarakat.

Radio dan Balai

Kabar adanya tempat terbuka yang kala itu masih minim, kemudian cepat menyebar. Berbagai seniman, dari muda sampai tua silih berganti datang dan tampil. Keseniannya pun beragam, dari wayang, tari, ketoprak, sampai konser musik.

Seiring sejalan dengan berkembangnya kegiatan, untuk mendukung penyebaran informasi, muncul radio komunitas. "Radio sebagai cara menyiarkan berbagai acara ke masyarakat yang lebih luas. Balai dan radio berkembang menjadi kelompok yang berbeda, namun saling mendukung. Radio lebih baik apabila tetap independen,” kata laki-laki berusia 70 tahun ini.

Meski perkembangan kegiatan semakin semarak, bukan berarti jalannya mulus-mulus saja. Radio pernah dibredel karena belum memiliki izin. Di samping itu, lantaran swadaya masyarakat, tidak jarang dana menjadi kendala pengelolaan radio dan balai budaya. Meski sejauh ini kendala dana tidak menjadi halangan berarti. Nyatanya, balai masih berdiri, bahkan sudah berusia 35 tahun.

Untungnya, pementasan yang berlangsung juga belum pernah terhenti atau dihentikan oleh aparat. Meski dahulu pernah ada petugas keamanan yang datang mengecek. Meski mereka justru ikut menonton pertunjukan. Giovanni berpendapat dengan semua jenis seni dan ideologi bisa tampil di Balai Budaya Minomartani, justru tidak ada kesan mengampanyekan ideologi atau perlawanan tertentu. Sehingga semua orang memiliki ruang aman yang sama.

Regenerasi

Belakangan, balai ini sering menjadi ruang ekspresi para seniman atau karya baru. Banyak yang sudah mencoba tampil dengan jalannya masing-masing. Tidak jarang para seniman muda yang bergelut di balai budaya, kemudian berkembang dan membuat balai atau ruangnya sendiri.

“[Memberi ruang, meski kemudian mereka membuat tempatnya sendiri], itu tidak masalah, justru itu cita-cita awal pembentukan balai. Ini (balai) seperti sekolah non formal, sekolah kehidupan melalui kegiatan budaya,” katanya.

Para seniman akan datang silih berganti, berganti generasi. Seperti saat ini, banyak kelompok kesenian dari berbagai umur yang ada di sekitar Balai Budaya Minomartani. Ada kelompok seni anak-anak, remaja, mahasiswa, dewasa, bapak-bapak, sampai ibu-ibu. Lokasi balai yang berada di tengah permukiman memudahkan warga mengaksesnya. Mereka berlatih rutin setiap pekan.

Menjaga ruang publik seperti ini, lanjut Giovanni, merupakan cara mempertahankan kearifan lokalnya, keakraban lokalitasnya, dan kebijaksanaan lokalnya. Hal-hal itu bisa hilang apabila pergaulan masyarakat berkurang. Balai Budaya Minomartani mencoba mengisi ruang kosong itu, mencoba memberikan wadah bagi masyarakat untuk memiliki media.

Tidak selalu penggunaan balai budaya dan radio untuk kegiatan seni dan budaya, justru bisa sangat fleksibel seperti membicarakan permasalahan sehari-hari masyarakat. “Misalnya radio, ada warga yang kehilangan sapi, disiarkan di radio, akhirnya ketemu, ini menjadi media masyarakat,” kata Giovanni.

Mencoba Menabuh Gamelan

Balai Budaya Minomartani memang lebih sering menerima orang yang hendak pentas. Namun bukan berarti mereka tidak memiliki kegiatannya sendiri. Ada latihan seni rutin mingguan atau bulanan.

Giovanni mengatakan balai juga menggelar beragam festival. Salah satu yang sempat terselenggara yaitu Festival Wayang Beber, atau wayang yang berasal dari lembaran-lembaran, salah satunya bisa lembaran kain. Dalang yang berpartisipasi akan membuat wayangnya sendiri.

BACA JUGA: Jogja Diproyeksikan Menjadi Wisata Budaya Jawa

"Wayangnya semacam lukisan, ada puluhan dalang yang terlibat," kata Giovanni.
Pernah juga terselenggara Festival Wayang Sedunia. Setiap acara berbasis gotong royong. Warga iuran untuk bisa menggelar beragam kegiatan.

Balai Budaya Minomartani juga menjelma sebagai ruang wisata edukasi. Mereka memiliki paket wisata gamelan dan wayang. Bagi orang yang hendak mencoba belajar gamelan atau wayang, maka bisa berkunjung ke balai. "Ada turis asing juga, mereka belajar menabuh gamelan di sini," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |