A Giant Pack of Lies, Lindungi Generasi Muda Dari Ekspansi Industri Rokok

8 hours ago 5

A Giant Pack of Lies, Lindungi Generasi Muda Dari Ekspansi Industri Rokok Para narasumber menyampaikan paparan dalam peluncuran dan diskusi buku seri kedua A Giant Pack of Lies: Kebohongan Besar Industri Rokok, di Hotel Grand Keisha, Sabtu (26/4/2025). - Harian Jogja/Lugas Subarkah

Harianjogja.com, JOGJA—Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta bersama AJI Jakarta menggelar peluncuran dan diskusi buku seri kedua A Giant Pack of Lies: Kebohongan Besar Industri Rokok, di Hotel Grand Keisha, Sabtu (26/4/2025).

Buku ini merupakan kumpulan tulisan hasil liputan sejumlah jurnalis dari beberapa daerah tentang paparan rokok terhadap generasi muda, ekspansi industri rokok, regulasi yang masih permisif terhadap rokok hingga merokok baik kretek maupun elektrik yang diadopsi menjadi budaya.

Ketua AJI Yogyakarta, Januardi Husin, menjelaskan merokok merupakan hak setiap orang, tapi problemnya masyarakat kita seringkali normalisasi merokok di manapun dan kapanpun. “Kita tidak menyadari orang lain jugua punya hak untuk tidak terpapar asap rokok,” ujarnya.

BACA JUGA: Merokok di Malioboro, Ratusan Orang Disanksi Satpol PP

AJI Jakarta sejak 2011 telah menerbitkan seri pertama A Giant Pack of Lies. Kemudian pada 2024 menerbitkan seri keduanya. “Terdiri dari 180 halaman, diawali pembahasan salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia melalui event olahraga dan pentas musik. Buku ini membongkar kebohongan induatri rokok untuk keuntungan besar bisnisnya,” kata dia.

Salah satu jurnalis yang terlibat dalam penulisan buku ini, Novita Sari Simamora, mengatakan Indonesia Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah perokok anak terbanyak di dunia. “Jumlahnya 7,8 juta. Junlah perokok anak remaja pada 2013 ada 2 juta. 2018 naik jadi 4 juta,” ungkapnya.

Dalam buku ini ia mewawancarai siswa SMP kelas IX, yang mulai merokok sejak kelas VI SD. Ayahnya baru mengetahui anak tersebut merokok saat kelas IX SMP. “Ayahnya ga bisa marah karena juga perokok. Ayahnya memberi pilihan mau meneruskan sekolah tapi berhenti merokok atau berhenti sekolah dan tetap merokok. Anak itu lebih milih putus sekolah dan bekerja sebagai kuli,” katanya.

Kepala Departemen Perilaku, Kesehatan Lingkungan dan Kedokteran Sosial, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperwatwatan (FKKMK) UGM Profesor Yayi Suryo Prabandari mengatakan saat ini rokok elektrik atau vape juga menjadi tren di kalangan anak muda, bahkan ada yang menjadikannya alasan untuk proses berhenti merokok.

“Vape berisi ekstrak tembakau, beberapa masih mengandung nikotin. Vape tetap memberikan pajanan kimiawi meskipun lebih rendah daripada rokok biasa. Beberapa perokok menggunakan vape sebagai jembatan untuk berhenti, namun rekomendasi para dokter di barat dan hasil kajian vape sebaiknya tidak digunakan dalam usaha berhenti merokok,” kata dia.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Jogja, Emma Rahmi Aryani, menuturkan Kota Jogja sudah memiliki Perda No. 2/2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun sayangnya belum ada pengenaan sanksi terhadap pelanggar.

BACA JUGA: Persentase Perokok di Indonesia Terbanyak Kelima di Dunia

“Sudah dilaksanakan walaupun masoh persuasif. Belum ada denda kurungan. Denda Rp7,5 juta dan kurungan 1 bulan belum dilakukan. 2020 kami menambah KTR di sebagian sumbu folosofi, yakni di sepanjang jalan Maliobiro. Kita tidak melarang, tapi mengatur,” katanya.

Maka di kawasan tersebut tetap disediakan beberapa area merokok termasuk dari pelaku usaha seperti kafe dan hotel. “Penegakan perda dari Satpol PP Kota Jogja. Banyak wisatawan belum tahu tentang KTR, sehingga tetap merokok di situ,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |