Prosesi memandikan sapi-sapi yang berlangsung di Telaga Ploso di Kalurahan Giritirto, Purwosari. Jumat (25/4/2025)./ Harian Jogja - David Kurniawan
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih menghidupkan kembali tradisi Ngguyang Sapi di Telaga yang dimulai di Kalurahan Giritirto, Purwosari. Kegiatan ini tidak hanya untuk menjaga kebersihan, tapi juga menjaga kesehatan hewan ternak dari penularan penyakit.
Suasana tak biasa terlihat di Telaga Ploso di Kalurahan Giritirto, Panggang pada Jumat (25/4/2025) pagi. Riuh suara 20 ekor sapi jenis simetal dan limousine saling bersahutan terdengar saat berjejer di bawah pohon yang sangat rindang.
Sekitar pukul 09.00 WIB, para pemilik langsung melepaskan tambatan sapi-sapi ini untuk kemudian membawa masuk ke dalam telaga yang penuh dengan ikan. Satu persatu sapi masuk ke air dibarengi pemilik ikut berbasah-basah dengan hewan peliharaannya.
Dengan penuh kasih sayan dan ketelitian, sapi-sapi ini dimandikan. Ada yang hanya dipinggir proses membersihkan, tapi ada juga yang ke tengah hingga sapi yang dibawa terlihat menyelam didalam air telaga dengan luas 1.056 meter persegi ini.
Sapi-sapi yang dimandikan ini terlihat tenang karena tidak ada tanda-tanda pemberontakan. Malahan serasa menikmati karena usapan-usapan tangan-tangan pemiliki menjelajahi sekujur tubuh agar kotoran-kotoran yang menempel bisa hilang.
Prosesi memandikan Rojo Koyo ini berlangsung sekitar 30 menit dan dilihat langsung oleh Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih bersama dengan Sekretaris Daerah Gunungkidul. Selain itu, juga ada sejumlah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup pemkab dan Masyarakat bersama dengan para lurah se-Kapanewon Purwosari.
Setelah bersih sapi-sapi ini dituntun kembali ke tempat awal saat pertama datang ke lokasi. Selanjutnya, kawanan sapi langsung mendapatkan suntikan vitamin dari petugas kesehatan hewan yang datang di lokasi.
Kegiatan ini dikenal dengan ngguyang (memandikan) sapi di telaga. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan saat sekarang cenderung ditinggalkan oleh Masyarakat di Gunungkidul.
“Makanya tradisi Ngguyang Sapi di telaga kami lestarikan lagi. Untuk awalan kami laksanakan di Telaga Ploso, Giritirto, Panggang,” kata Mbak Endah, sapaan akrabnya, Jumat siang.
Menurut dia, ada beberapa penyebab membuat tradisi memandikan ternak di telaga mulai menghilang di Gunungkidul. Faktor penyebab utama dikarenakan banyak telaga yang mengering.
Data dari Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPUPRKP), total ada sekitar 340 telaga di Gunungkidul. Namun, yang masih berfungsi dengan baik dan airnya tidak habis saat kemarau tinggal 20 telaga.
Di sisi lain, akses mendapatkan air yang semakin mudah membuat proses pembersihan hanya dilakukan di sekitaran kandang. Oleh karenanya, tradisi Ngguyang Sapi di telaga kembali dilestarikan karena memberikan banyak manfaat.
Salah satunya untuk menjaga kesehatan hewan ternak dikarenakan dengan kondisi tubuh sapi menjadi lebih bersih. Dengan kondisi ini, Endah memastikan, para pemilik akan enggan menempatkan sapi-sapi peliharaannya di kandang yang kotor.
“Jadi akan ada upaya menjaga kandang tetap bersih. Sebab, kalau kotor, maka kegiatan memandikan sapi di telaga akan sia-sia karena saat masuk ke kandang akan kembali kotor,” ungkapnya.
Menurut dia dengan menjaga kebersihan ini akan menjadi bagin mengurangi risiko penularan penyakit seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) maupun antraks dan lainnya. “Kalau semuanya bersih, maka kesehatan hewan akan lebih terjamin,” katanya.
Mbak Endah menambahkan, pelaksanaan tradisi Ngguyang Sapi di telaga tidak hanya untuk upaya pencegahan penularan penyakit dari sisi kebersihan. Pasalnya, berdasarkan informasi yang diterima, injakan-injakan hewan ternak di lumpur didalam telaga dapat menutup pori-pori tanah sehingga potensi penyurutan akan lebih lama sehingga kelestarian telaga juga ikut terjaga.
“Jadi banyak manfaatnya. Makanya, tradisi ini kami hidupkan kembali. Tidak hanya untuk mengurangi risiko penyakit hewan, tapi juga menjaga kelestarian telaga,” katanya.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Wibawanti Wulandari menambahkan, proses membawa ternak ke telaga diteliti bisa membuat sapi-sapi lebih Bahagia. Hal ini dipercaya dapat meningkatkan ketahanan tubuh pada hewan sehingga bisa lebih sehat.
“Kalau sehat maka tidak mudah terserang penyakit. Makanya tradisi ini juga menjadi bagian untuk mencegah penyebaran penyakit hewan dari sisi budaya,” katanya.
Menurut dia, pelaksanaan tradisi Ngguyang Sapi di telaga bertema gerakan 'guyang sapi neng telaga nggayuh prayogo' atau memandikan sapi di telaga untuk kesejahteraan. Langkah ini sebagai salah satu upaya mengajak masyarakat untuk membersihkan hewan ternaknya agar tidak mudah terkena penyakit.
“Guyang sapi juga gerakan membersihkan kandang memiliki manfaat untuk kesejahteraan hewan,” kata Wibawanti.
Ia memastikan gerakan pencegahan penyakit pada hewan tidak hanya melalui tradisi ini. Pasalnya, jelang perayaan Iduladha pengawasan akan lebih diperketat.
Terlebih lagi, pihaknya hingga sekarang juga konsen untuk pencegahan penyebaran PMK dan antraks melalui program vaksinasi. Selain itu, juga dilaksanakan sosialisasi dan edukasi di Masyarakat untuk tidak menyembelih bangkai ternak karena dapat memicu penyebaran penyakit.
“Kasus antraks di Kapanewon Girisubo dan Rongkop terjadi karena adanya penyembelihan bangkai ternak. Makanya, kita persiapkan peratura bupati untuk memberikan kompensasi terhadap hewan mati karena penyakit agar tradisi brandu atau penyembelihan bangkai tidak terjadi lagi,” katanya.
Lurah Giritirto, Purwosari, Hariyono mengatakan, di Padukuhan Ploso merupakan salah satu Gudang ternak di Purwosari. Hal ini terlihat dari kepemilikan sapi di Masyarakat.
Ia mencatat ada 275 kepala keluarga, sedangkan populasi sapinya mencapai 235 ekor. “Kalau dihitung hampir setiap rumah ada sapinya. Sebab, di sini masih ada yang numpang bersama dengan orang tua,” katanya.
Selain digunakan memandikan ternak, telaga ini juga digunakan untuk perikanan yang dikelola oleh karang taruna. Hasil budidaya ini juga menambah kas pemuda yang dimiliki mencapai puluhan juta.
“Untuk perekonomian masyaraka karena juga ada tanaman bawang merah di sekitar telaga,” kata Hariyono
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News