Petani Kapanewon Turi sedang menunjukkan lahan pertanian hortikultura yang sebelumnya merupakan kebun salak, Wonokerto, Turi, Sabtu (4/10/2025).. - Harian Jogja / Andreas Yuda Pramono
Harianjogja.com, SLEMAN—Produksi buah salak di Kabupaten Sleman terus mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Sleman mencatat, selama Semester I 2025, produksi salak hanya mencapai 191.399,89 kuintal atau 19.139.989 kilogram, turun dibandingkan periode yang sama pada 2024 dan 2023.
Pada Semester I 2023, produksi salak tercatat 259.496,39 kuintal (25.949.639 kg), kemudian turun menjadi 204.134,39 kuintal (20.413.439 kg) pada Semester I 2024, dan kembali menurun pada 2025.
Artinya, dalam dua tahun terakhir, Sleman kehilangan sekitar 6,8 juta kilogram produksi salak dibandingkan tahun 2023, dan 1,27 juta kilogram dibandingkan 2024.
Plt. Kepala DP3 Sleman, Rofiq Andriyanto, mengatakan penurunan tersebut beriringan dengan penurunan jumlah tanaman salak.
Pada Semester I 2023, jumlah tanaman salak mencapai 12.582.100 rumpun, lalu Semester I 2024 ada 12.562.150 rumpun, dan Semester I 2025 ada 12.545.900 rumpun.
Periode | Penurunan (rumpun) | Persentase |
2023 -> 2024 | 19.950 | 0,16% |
2024 -> 2025 | 16.250 | 0,13% |
2023 -> 2025 | 36.200 | 0,29% |
Menurut Rofiq, luas tanam Salak Pondoh menyusut 200 hektar jika membandingkan dengan luasan pada 2023. Pada 2023, luas lahan pertanian salak pondoh mencapai 1.048 ha dan pada 2024 mencapai 890,66 ha.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Sleman, Makwan, mengatakan penurunan luas lahan pertanian salak maupun jumlah tanaman dan produksinya juga dipengaruhi oleh usia tanaman. Sebab itu perlu ada peremajaan.
Faktor lain ada kerusakan terhadap jaringan irigasi yang digunakan untuk mengairi kebun salak. Saat ini, Pemkab sedang melakukan perbaikan jaringan tersebut.
Kepala Bidang Hortikultura dan Perkebunan DP3 Sleman, Eko Sugianto Ngadirin, membenarkan bahwa usia tanaman salak berkorelasi terhadap produktivitas buah dalam satu rumpun tanaman. Katanya, rata-rata usia pohon salak lebih dari 30 tahun dengan usia produksi optimal 20 – 25 tahun.
“Produktivitas turun juga dipengaruhi kurangnya perawatan dan pemupukan ideal. Pemupukan pohon salak setahun dua kali, saat awal musim hujan dan akhir musim hujan. Belum lagi dampak perubahan iklim, kemarau basah sekarang ini, menyebabkan banyak serangan lalat buah,” kata Eko dihubungi, Sabtu (19/10/2025).
Ketua Kelompok Tani (Poktan) Sari Manggala, Badriyanto, mengatakan situasi tersebut bisa menghapus status Kabupaten Sleman sebagai sentra buah salak di Indonesia apabila tidak ada solusi konkret untuk mengembalikan pertanian salak seperti dahulu kala.
“Bisa jadi kemunduran untuk sektor pertanian di Sleman. Kalau punya saya sendiri sedikit demi sedikit saya rombak terus mengganti dengan salak madu,” kata Badriyanto.
Salak madu memang menjadi salah satu solusi atas persoalan yang sedang terjadi. Salak yang berkulit buah mengilat dan kekuningan tersebut bisa memberi harapan perekonomian petani salak. Harganya lebih tinggi dibandingkan Salak Pondoh.
Harga Salak Madu berkisar antara Rp10.000 – Rp17.000 per kg. Kalau masuk musim panen raya turun jadi Rp2.500. Memang anjlok lantaran pasokan salak berlebih, tapi tidak separah salak pondoh.
Salak pondoh dibanderol dengan harga Rp5.000 – Rp7.000 per kg. Kalau musim panen raya, harganya turun jadi Rp900.
“Setiap musim panen, harga Salak Pondoh pasti di bawah Rp2.000; untuk mencukupi biaya operasional saja tidak bisa. Makanya banyak yang beralih ke pertanian hortikultura,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News