Anggota SPI saat menggelar Musyawarah Cabang (Muscab) Kabupaten Bantul tahun 2025 yang dilanjutkan dengan Musyawarah Wilayah ( Muswil) DIY di sekretariat SPI Kabupaten Bantul Dusun Sirat Kalurahan Sidomulyo Kapanewon Bambanglipuro Kabupaten Bantul, Sabtu(12/7 - 2025) sore. Istimewa
Harianjogja.com, BANTUL—Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Bantul mengadakan Musyawarah Cabang (Muscab) 2025 sekaligus Musyawarah Wilayah (Muswil) DIY di sekretariat SPI Bantul, Dusun Sirat, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Bambanglipuro, Sabtu (12/7/2025) sore.
Acara tersebut dihadiri Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bantul, Joko Waluyo, dengan para peserta yang merupakan perwakilan anggota SPI dari empat kabupaten dan satu kota di DIY.
BACA JUGA: 26 Pembuang Sampah Liar di Bantul yang Terekam CCTV Belum Ditindak, Ini Alasannya
Ketua SPI Bantul sekaligus Ketua Panitia Muscab dan Muswil 2025, Sumantoro, menyampaikan bahwa, tema yang diusung adalah “Meneguhkan Perjuangan Agroekologis dan Koperasi Untuk Kesejahteraan Para Petani.”
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Muscab dan Muswil yang ditargetkan selesai serentak secara nasional hingga 15 Juli mendatang. Setelah itu, agenda besar berikutnya adalah kongres nasional SPI.
"Ada dua isu yang akan diusung oleh SPI Kabupaten Bantul dan juga Daerah Istimewa Yogyakarta yakni mengenai pertanian agroekologis dan juga koperasi khusus petani," kata Sumantoro kepada Harianjogja.com, Minggu (13/7).
Ia menjelaskan, pertanian agroekologis merupakan pendekatan yang mengintegrasikan prinsip ekologi ke dalam praktik pertanian guna menciptakan sistem produksi pangan yang berkelanjutan, adil, dan peduli lingkungan. Prinsip-prinsipnya mencakup ekosistem pertanian yang mengaitkan interaksi antara tanaman, hewan, manusia, dan lingkungan sekitar.
Praktik ini juga menitikberatkan keberlanjutan jangka panjang, meminimalisasi penggunaan bahan kimia sintetis, memanfaatkan sumber daya lokal seperti pupuk organik, benih lokal, serta pengetahuan tradisional. Diversifikasi tanaman, keterlibatan masyarakat, dan keadilan sosial pun menjadi bagian dari kerangka agroekologi.
"Misalnya yang bisa dilakukan adalah bagaimana ada keterlibatan pemerintah dalam membantu para petani untuk mengkolaborasikan antara pertanian dan peternakan. Maka ketika kelompok tani memiliki hewan ternak kotorannya bisa diolah menjadi pupuk organik. Petani juga diharapkan bisa diberi kewenangan untuk membuat bibit sendiri sehingga kesulitan mengenai pupuk maupun bibit bisa teratasi termasuk harganya juga tentunya lebih murah," jelas Sumantoro.
Selain fokus pada pertanian berkelanjutan, SPI juga menekankan pentingnya pembentukan koperasi petani. Lewat koperasi, para petani diharapkan memiliki akses lebih mudah terhadap permodalan, benih, pupuk, hingga alat-alat pendukung pertanian.
Sumantoro juga menyoroti tantangan regenerasi petani di lapangan. Menurutnya, ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) sangat diperlukan agar petani tidak terkendala kekurangan tenaga kerja, terutama dari kalangan generasi muda.
"Karena saat ini untuk mencari tenaga kerja khususnya anak muda di bidang pertanian itu memang ada kendala. Sehingga adanya alat-alat mesin pertanian tentu akan membantu dalam proses pertanian," imbuhnya.
Pada kesempatan itu, Sumantoro turut mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait penetapan harga pembelian gabah dan jagung melalui Bulog. Menurutnya, hal ini dapat membantu petani memperoleh keuntungan yang layak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News