Jakarta, CNN Indonesia --
Penanganan korban gempa bumi di Myanmar kian terbatas akibat rezim junta militer yang menguasai negara tersebut empat tahun terakhir.
Junta militer melakukan persekusi terhadap bidang kesehatan, seperti penutupan paksa puluhan rumah sakit.
Situasi yang sudah genting pada masa normal itu pun menjadi semakin merepotkan setelah gempa 7,7 magnitudo melanda pada Jumat (28/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rumah sakit selalu penuh sesak dengan pasien, bahkan dalam keadaan normal," ungkap seorang warga Naypyitaw, seperti diberitakan Myanmar Now pada Senin (31/3).
"Selama masa darurat ini, hampir tidak ada cukup ruang atau persediaan untuk merawat semua orang yang datang. Namun, staf tetap melakukan tugas, meski kekurangan tenaga," sambungnya.
Sistem kesehatan Myanmar tidak berfungsi secara optimal sejak rezim junta militer berkuasa. Hal itu memicu banyak dokter di Mandalay dan Naypyitaw kewalahan setelah gempa mengguncang pekan lalu.
Mereka kesulitan menangani banyaknya pasien. Padahal, dua daerah itu merupakan kota besar yang sangat terdampak gempa.
Situasi ini tidak lepas dari langkah junta militer yang melakukan persekusi terhadap oposisi, termasuk RS yang menentang rezim tersebut. Mandalay menjadi salah satu yang paling terdampak karena 80 persen tenaga kesehatan medis di sana tergabung dalam gerakan pemberontakan sipil.
Bahkan, pada bulan lalu, setidaknya tujuh rumah sakit swasta di kota tersebut kehilangan izin usai kedapatan mempekerjakan mantan staf RS umum yang didepak karena membangkang.
Di sisi lain, setidaknya 14 rumah sakit umum dan 10 rumah sakit swasta rusak berat atau hancur. Bahkan, beberapa bangunan termasuk Pusat Kesehatan Gigi dan akomodasi staf rumah sakit berkapasitas 300 tempat tidur runtuh total di Naypyitaw.
"Beberapa rumah sakit swasta di Mandalay telah menghentikan operasionalnya sebelum gempa bumi karena perintah junta," ujar seorang dokter.
"Sebagian besar rumah sakit swasta yang tersisa telah rusak dan tidak dapat beroperasi, sehingga hampir semuanya terpaksa ditutup," sambungnya.
Kekacauan di rumah sakit itu pun masih terjadi pada Senin (31/3), tiga hari setelah gempa itu melanda. Situasi masih belum terkendali karena banyak pasien ditempatkan di penampungan sementara yang didirikan di tempat parkir atau tempat terbuka lainnya.
Sejumlah rumah sakit juga kewalahan mencari pasokan darah, sehingga muncul banyak seruan mendesak untuk donor darah dan pasokan medis lainnya.
Myanmar diguncang gempa dengan magnitudo 7,7 pada Jumat siang waktu setempat. Imbas bencana itu, sebanyak 1.700 orang meninggal dan 300 masih hilang.
Sejumlah pakar memprediksi angka kematian mencapai 10 ribu karena banyak korban yang tertimbun di bawah reruntuhan.
(frl/sfr)