OJK Minta Pemilik Asuransi Kesehatan Bayar 10 Persen Saat Klaim, Konsumen Protes

6 hours ago 4

OJK Minta Pemilik Asuransi Kesehatan Bayar 10 Persen Saat Klaim, Konsumen Protes Dokter dan pasien. - Ilustrasi - Freepik

Harianjogja.com, JAKARTAOtoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan surat edaran yang berisi para pemilik asuransi kesehatan diminta bayar 10 persen saat mengajukan klaim atau ketika berobat dengan batas tertentu. Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) protes keras dan menolak.

Mereka menolak skema pembagian risiko atau co-payment asuransi kesehatan. Melalui skema ini, pemegang polis yang mengajukan klaim kesehatan, baik untuk rawat inap maupun rawat jalan, harus menanggung 10% biaya klaim dengan batas tertentu.

Ketua FKBI Tulus Abadi menilai skema co-payment tidak adil. Dia menilai hal itu terlalu berpihak pada industri asuransi dan mereduksi hak-hak konsumen sebagai pemegang polis asuransi.

"Kami menduga dalam proses pembuatan SEOJK No.7/2025 tersebut tidak melibatkan representasi [lembaga] konsumen, dan sebaliknya hanya melibatkan kalangan industri asuransi saja," kata Tulus dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (7/6/2025).

Jika ketentuan co-payment sebagai upaya untuk mengurangi perilaku moral hazard konsumen yang dianggap sering melakukan over utilitas, Tulus menilai dugaan tersebut absurd, alias menggelikan.

"Justru yang sering melakukan dugaan tindakan moral hazard adalah industri asuransi itu sendiri, yakni seringnya menolak hak-hak konsumen yang mengajukan klaim dengan berbagai macam dalih yang disampaikan," ujarnya.

BACA JUGA: Daun Salam, Bumbu Dapur dengan Segudang Manfaat Kesehatan

Menurutnya, dalih tersebut umumnya diselundupkan dalam kontrak perjanjian polis dalam wujud klausul baku. Padahal, menurutnya, praktik klausul baku adalah dilarang dan merupakan tindakan kriminalitas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Tulus beranggapan bahwa praktik klausul baku itu yang seharusnya direformasi oleh OJK karena sebagai bentuk konkret moral hazard oleh industri asuransi. Seharusnya OJK juga mereformasi total format polis asuransi untuk memitigasi adanya klausul baku yang diselundupkan dalam polis asuransi tersebut.

"Bukan malah membuat regulasi yang justru mereduksi dan menyudutkan hak-hak konsumen asuransi," tegasnya.

Tulus melanjutkan, menurutnya, ketentuan dalam SEOJK 7/2025 dalam konteks literasi masyarakat sebagai konsumen juga berpotensi mengurangi minat masyarakat berasuransi. Apalagi, dia melihat wajah industri asuransi di mata publik sedang mengalami down grade karena kasus-kasus besar seperti gagal bayar pada konsumen bahkan kasus korupsi.

Tidak cuma itu, Tulus menilai SEOJK 7/2025 juga kontra produktif terhadap tugas pokok dan fungsi OJK yang seharusnya melindungi konsumen jasa keuangan di Indonesia.

"Oleh sebab itu, FKBI menolak keras SEOJK tersebut, dan mendesak agar OJK segera membatalkan/mencabut SEOJK yang justru anti terhadap perlindungan konsumen jasa asuransi, dan juga kontra produktif terhadap keberlanjutan industri asuransi," katanya.

Sebelumnya, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menilai skema co-payment memang berpotensi memberatkan sebagian pemegang polis, terutama pada segmen mass market atau pekerja informal.

Adapun, pembagian risiko yang ditanggung pemegang polis melalui skema co-payment ini paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim dengan batas maksimum sebesar Rp300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan maksimum sebesar Rp3 juta per pengajuan klaim untuk rawat inap.

"Nilai co-payment tergolong moderat dibandingkan praktik di luar negeri, dan plafonnya ditetapkan agar tetap terjangkau. Bagi segmen menengah ke atas atau yang sudah terbiasa dengan skema co-payment misalnya melalui asuransi kesehatan korporasi, aturan ini tidak terlalu mengejutkan," kata Wahyudin kepada Bisnis.com, jaringan Harianjogja.com, Selasa (3/6/2025).

Wahyudin menilai fitur co-payment juga dapat mendorong pemegang polis lebih bijak dalam menggunakan manfaat.

"Co-payment menjadi bentuk kontrol agar layanan tidak disalahgunakan, misalnya klaim kecil berulang, atau overutilization," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |