Harianjogja.com, JOGJA—Pemkot Jogja menargetkan angka prevalensi stunting di bawah 10 persen. Untuk mencapai prevalensi stunting tersebut berbagai upaya dilakukan jajaran Pemkot Jogja. Mulai dari data stunting yang bisa diakses semua perangkat daerah Pemkot Jogja sampai pelibatan seluruh perangkat daerah untuk mencegah dan menangani stunting.
BACA JUGA: SPMB Kota Jogja Mulai Bergulir, Kuota 3.456 untuk Jenjang SMP
Kepala Dinas Kesehatan Kota Jogja Emma Rahmi Aryani menyebut prevalensi stunting di Kota Jogja per April 2025 sekitar 11,3 persen. Berdasarkan data Pemantauan Permasalahan Gizi Balita (PPGB) di Jogja Smart Service (JSS) Pemkot Jogja sampai 20 Mei 2025, data stunting di angka 10,49 persen, wasting (gizi kurang/kurus) di angka 5,77 persen dan underweight (berat badan kurang-sangat kurang) di angka 11,58 persen.
“Target stunting Pak Wali menjadi satu digit atau di bawah sepuluh persen. Karena di Bali bisa di bawah sepuluh persen. Target stunting secara nasional delapan belas persen,” kata Emma dalam keterangannya, dilihat Minggu (15/6/2025).
Dinas Kesehatan Kota Jogja mencatat sebaran stunting di sejumlah kelurahan antara lain di Pringgokusuman, Baciro, Ngupasan, Purbayan, Prengan, Kotabaru, Notoprajan, Patehan, Wirogunan dan Mantrijeron. Sedangkan sebaran wasting antara lain di Kelurahan Cokrodiningratan, Gowongan, Tegalrejo, Demangan, Klitren, Rejowinangun, Tegalpanggung dan Suryodiningratan. Untuk underweight antara lain di Giwangan, Sorosutan, Karangwaru, Prawirodirjan, Patangpuluhan, Bener. Warungboto, Pandeyan, Brontokusuman dan Sosromenduran.
Emma menegaskan intervensi stunting dari Dinas Kesehatan adalah intervensi spesifik sektor kesehatan menyumbang sekitar 30 persen. Misalnya pemberian makanan tambahan dengan alokasi sekitar Rp72,8 juta/kelurahan. Selain itu kondisi kesehatan sejak dari remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi juga dipantau secara rutin. Namun Emma menyampaikan intervensi sensitif atau faktor luar/ tidak langsung memiliki pengaruh 70 persen terhadap stunting.
“Faktor luar ada lingkungan dan makanan. Makanya penanganan harus keroyokan sesuai tupoksi masing-masing. Libatkan wilayah kelurahan, kemantren, puskesmas dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) berikan pemahaman stunting agar paham apa yang harus diperhatikan dan dilakukan. Yang wasting dan underweight harus dipantau karena bisa menjadi stunting,” terangnya.
Sementara itu Wali Kota Jogja Hasto Wardoyo dalam rapat dinas pada Kamis (12/6/2025) mengatakan untuk menangani dan mencegah stunting ini harus dikeroyok oleh banyak Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Mengingat pengaruh stunting nutrisi dan kondisi kesehatan sebetulnya 30 persen. Sedangkan faktor lain seperti lingkungan pengaruhnya mencapai 70 persen.
“Oleh karena itu Dinas PUP, DLH, Dinsos, semua punya peran besar terhadap masalah stunting. Saya minta selama seminggu Dinas Kesehatan dan Dinas KB untuk membagi data (stunting) kepada lurah-lurah dan dinas. Lurah-lurah harus tahu berapa yang stunting, baduta dan balita di bawah garis normal berat badannya untuk mencegah stunting. Untuk membuat lurah familiar dengan data ini butuh disinkronkan,” jelas Hasto.
Hasto juga meminta dinas terkait untuk berkoordinasi dengan Kementerian Agama terkait data calon pengantin dan pernikahan. Di samping itu melibatkan 495 TPK di kelurahan-kelurahan. Lurah juga diminta untuk memantau kondisi stunting dan penanganannya seperti pemberian tambahan makanan untuk balita stunting.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News