Januari-April 2025, Sebanyak 460 Pekerja di Solo Terkena PHK

13 hours ago 5

Harianjogja.com, SOLO—Selama periode Januari-April 2025, sebanyak 460 pekerja di Solo terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Data tersebut merupakan yang tercatat di Dinas Tenaga Kerja Solo. Efisiensi perusahaan hingga tutupnya sejumlah pabrik diduga menjadi penyebabnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Solo, Widyastuti Pratiwiningsih menyebut jumlah pekerja yang terkena PHK bisa lebih dari itu karena masih ada perusahaan-perusahaan yang belum mendaftarkan ke tanda lapor PHK.

BACA JUGA: May Day, Buruh Desak Pemerintah Beri Perlindungan dari Ancaman Badai PHK

"Jumlah pekerja yang ter-PHK terbaru ada 460 orang. Itu yang terdaftar. Karena tidak semua perusahaan sadar mendaftarkan tanda lapor PHK. Padahal di Solo ada sekitar 10 perusahaan yang tutup jadi ada kemungkinan jumlahnya lebih dari itu," kata dia dikutip dari Espos, Sabtu (3/5/2025)

Menurut dia, pendaftaran tanda lapor PHK menjadi penting karena berkaitan dengan hak-hak pekerja setelah di-PHK. Setelah perusahaan mendaftar lapor PHK pekerja bisa segera mengurus jaminan sosialnya mulai dari ketenagakerjaan, kesehatan, JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan), dan JHP (Jaminan Hari Pensiun).

Widyastuti menjelaskan saat ini pihaknya telah membentuk Tim Deteksi Dini PHK. Tim ini akan terus mendorong perusahaan-perusahaan untuk segera mendaftarkan lapor PHK.

"Hampir setiap hari kami menandatangani tanda lapor PHK itu rasanya juga trenyuh. Jadi memang rasanya tak terbendung. Kami juga bingung karena dengan adanya PHK akan mempengaruhi jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka [TPT]," ungkap dia.

Berdasarkan temuannya di lapangan, sebagian besar pekerja yang terkena PHK berasal dari industri garmen. Kemudian disusul sektor swasta seperti rumah sakit hingga perbankan yang terdampak efisiensi di perusahaan.

Sementara itu Ketua Umum (Ketum) Apindo, Shinta W. Kamdani menjelaskan tren PHK dipicu sejumlah faktor. Mulai dari menurunnya permintaan, tingginya biaya logistik, hingga meningkatnya Upah Minimum Provinsi (UMP).

“Kenaikan biaya produksi, kenaikan UMP yang cukup signifikan, serta tekanan dari kompetitor di negara lain yang memiliki biaya tenaga kerja lebih rendah, serta pergantian regulasi ketenagakerjaan yang terlalu sering juga menciptakan ketidakpastian,” jelasnya sebagaimana dikutip Espos dari Bisnis.com Sabtu (3/5/2025).

Apindo mengatakan ada tiga dampak apabila angka PHK terus bertambah. Pertama, konsumsi rumah tangga bakal mengalami pelemahan karena berkurangnya daya beli dari keluarga terdampak.

Kedua, PHK akan meningkatkan angka pengangguran terbuka, yang dapat berdampak pada stabilitas sosial-ekonomi bila tidak ditangani dengan tepat. Ketiga, akan menekan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing, karena muncul persepsi ketidakstabilan pasar tenaga kerja dan lemahnya permintaan domestik.

“Oleh karena itu, isu PHK tidak bisa dilihat semata-mata sebagai masalah hubungan industrial, tetapi sebagai indikator tekanan struktural dalam ekonomi yang perlu respons lintas sektor,” pungkasnya.

Berdasarkan Satu Data Kementerian Tenaga Kerja pada Februari 2025 terdapat 18.610 orang yang terkena PHK. Di mana, tenaga kerja ter-PHK paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah yaitu sekitar 57,37% dari jumlah tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan, yakni mencapai 10.677 orang pada Februari 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |