Harianjogja.com, JOGJA— Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tengah bergejolak, beberapa waktu lalu mengalami penurunan tajam. Kepala Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, I Wayan Nuka Lantara mengatakan kondisi saat ini bisa dimanfaatkan investor pemula untuk belajar berinvestasi.
Menurutnya saat ini bisa jadi waktu yang bagus untuk masuk, karena harga saham sedang diskon. Tapi bukan berarti asal beli. Ia menyarankan untuk memilih yang fundamentalnya kuat dan masa depannya masih cerah.
BACA JUGA: Pelaku Pasar Modal Menunggu Hasil Negoisasi Pemerintah Terkait Tarif Impor AS
Wayan menjelaskan, sebelum berinvestasi masyarakat harus memastikan kebutuhan konsumsi terpenuhi, memiliki dana darurat yang cukup, baru kemudian mengalokasikan dana untuk investasi. Sehingga tidak sampai makan tabungan.
"Kalau tabungan tipis dan pemula melakukan investasi tanpa dikalkulasikan, akan jebol juga," ucapnya.
Dia mengingatkan bahwa investasi bukan soal keberuntungan atau tren sesaat. Apalagi dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil, keputusan emosional yang hanya ingin memburu cuan justru bisa memperbesar risiko.
Oleh karena itu jangan sampai keinginan untuk untung besar membuat orang mengorbankan prinsip dasar. "Punya penghasilan 10 juta tapi 9 juta diinvestasikan semua, bahkan sampai berani pinjam, itu sangat tidak disarankan," jelasnya.
Ia menyoroti anomali pasar terkait produk investasi belakangan ini, misalnya harga emas yang sempat naik, tetapi kemudian turun lagi di tengah pelemahan ekonomi global. Nilai Bitcoin dan saham teknologi di Amerika Serikat turut anjlok dengan portofolio merah di berbagai tempat.
Fenomena ini menurutnya menunjukkan bahwa pola-pola lama tidak lagi bisa dijadikan patokan mutlak. Meski penuh ketidakpastian, ia berpendapat investasi tetap penting untuk menjaga daya beli dalam jangka panjang. Jika uang hanya disimpan untuk konsumsi, nilainya akan terus tergerus oleh inflasi.
Lebih lanjut dia berpandangan berdasarkan hasil analisa dan pengamatan tren pasar, setidaknya untuk tiga bulan ke depan belum ada sinyal positif yang kuat, bahkan cenderung mengarah pada pesimisme. Tidak ada satupun insentif yang menunjukkan adanya optimisme.
Jika sentimen tersebut tidak berhenti, kondisi ini membahayakan. Ia mendorong pemerintah melakukan pengkajian fundamental dan pemetaan ulang terhadap sektor ekspor nasional yang masih bertumpu pada komoditas seperti batubara dan nikel.
"Perlu segera mencari celah baru di tengah tekanan global."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News