Bukan Premanisme Ormas, Pengusaha di DIY Justru Keluhkan Masalah Birokrasi

5 hours ago 3

Bukan Premanisme Ormas, Pengusaha di DIY Justru Keluhkan Masalah Birokrasi Ilustrasi reformasi birokrasi. - JIBI

Harianjogja.com, JOGJA—Iklim berusaha di DIY relatif jauh dari gangguan premanisme yang mengatasnamakan organisasi masyarakat (ormas). Sayangnya, kendala justru datang dari sektor perizinan baik oleh pemerintah daerah maupun pusat.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY, Timotius Apriyanto, menjelaskan iklim berusaha di DIY cukup kondusif dari gangguan premanisme, setidaknya dalam empat sampai lima tahun terakhir. “Tidak seperti di Jawa Barat dan Jawa Timur, ormas menekan manajemen untuk memberikan uang keamanan atau sebagainya, di DIY tidak ada laporan” ujarnya, Rabu (30/4/2025).

BACA JUGA: Premanisme Ormas Usik Pembangunan Pabrik BYD, Periklindo: Tumpas Saja, Ganggu Investasi!

 Apa yang dilakukan ormas di DIY menurutnya masih dalam batas kewajaran dan tidak ada tekanan atau ancaman kepada pelaku usaha. “Kalau ormas minta bantuan untuk kegiatan sosial, itu biasa. Bukan tindakan yang menekan dan mengancam entitas usaha,” katanya.

Jika ada pengusaha yang mendapat ancaman atau tekanan dari ormas, ia berharap segera melapor ke Apindo untuk dapat ditindaklanjuti. “Kami membuka pengaduan. Jika ada perusahaan kecil, menengah atau besar ditekan oknum ormas dengan alasan meminta apapun, saya kira silakan menghubungi kami untuk pengaduan,” paparnya.

Adapun kendala iklim berusaha DIY menurutnya justru datang dari sektor perizinan ooleh pemerintah baik di daerah maupun pusat. Ia mencontohkan seperti perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di tingkat kabupaten-kota hingga Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) di Kementerian Lingkungan Hidup, masih membutuhkan waktu lama untuk pemrosesannya.

“Saya dengar teman-teman [pengusaha] masih lama, akhirnya banyak yang skeptis tidak usah mengurus PBG saja. Ini bukan preman tapi hal ini mempengaruhi kondisi kemudahan berusaha. Baik tingkat daerah maupun pusat, tergantung skala usahanya,” ungkapnya.

Ia mencontohkan untuk izin PBG di kabupaten, ada yang prosesnya berjalan sampai setahun lebih. Hal ini menurutnya tidak bisa lepas dari praktek suap di kalangan birokrasi. “Izin pengeringan tanah misalanya, butuh waktu lama. Lalu biar cepat ada oknum yang menjadi perantarta untuk minta acc dipercepat,” kata dia.

Hal ini menurutnya juga termasuk premanisme, namun bukan dilakukan oleh ormas melainkan birokrasi. “Ini bagi saya premanisme juga. Premanisme jangan didefinisikan ormas datang mengancam secara fisik. Saya mengusulkan ada redefinisi premanisme, segala perbuatan di luar koridor hukum, perbuatan melanggar hukum yang memaksa atau menekan pihak tertentu untuk menyuap supaya tujuannya tercapai,” ujarnya.

Maka ia mendorong Pemda DIY maupun pemkot dan pemkab di DIY agar melaksanakan reformasi birokrasi dengan baik sehingga tidak ada lagi praktek suap dan perizinan lama. Ia melihat masih terlalu banyak idle time atau pekerjaan yang tidak segera dikerjakan, dengan alasan antrean dokumen.

“Saya kira kalau masalah kekurangan SDM bukan alasan lagi, karena sekarang dengan kemajuan teknologi apa saja bisa kita lakuakn dengan sangat cepat. Lucu kalau sebuah dokumen butuh waktu berbulan-bulan diprosesnya,” katanya.

Praktek suap membuat biaya ekonomi untuk berusaha tinggi. Maka Apindo juga mendorong pada para pengusaha agar tidak melakukan praktek suap. “Adanya penyuapan karena adanya kondisi pengusaha terpaksa menyuap karena proses yang lama,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |