Ilustrasi uang. - Bisnis/ Paulus Tandi Bone
Harianjogja.com, JOGJA—Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) memastikan dosen aparatur sipil negara (ASN) yang berada di bawah naungannya memperoleh tunjangan kinerja (tukin). Hal ini diwujudkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025.
"Pada tanggal 27 Maret kemarin secara resmi telah ditandatangani Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2025 tentang tunjangan kinerja di lingkungan Kemdiktisaintek," kata Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, di Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Brian menegaskan kebijakan ini hadir sebagai bagian integral dari komitmen pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden RI, Prabowo Subianto, terhadap pendidikan tinggi Indonesia. "Tunjangan kinerja ini diberikan sebagai pengakuan atas capaian reformasi birokrasi di kementerian ini serta juga nantinya adalah kinerja individu, ASN, dosen, maupun pegawai lainnya," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, menyampaikan tunjangan kinerja ini bukan sekadar tambahan penghasilan, tetapi merupakan instrumen strategis untuk mendorong birokrasi untuk lebih adaptif, produktif, dan berorientasi kepada hasil.
"Tentunya ada tiga hal utama yang menjadi pertimbangan atau yang mendasari pemberian tunjangan kinerja ini. Pertama adalah untuk mendorong budaya kinerja dan profesionalisme ASN. Kedua, untuk menghapuskan berbagai honorarium dan tunjangan-tunjangan lainnya, dan yang ketiga adalah memacu percepatan reformasi birokrasi di seluruh instansi," kata Rini.
BACA JUGA: Sri Mulyani Pastikan Gaji Dosen dan Beasiswa Jadi Perioritas, Tidak Terdampak Efisiensi
Rini mengatakan tunjangan kinerja ini juga membawa tanggung jawab yaitu untuk meningkatkan kualitas kinerja dan mendukung agenda reformasi birokrasi secara berkelanjutan. Ia juga menyebut pihaknya akan melakukan evaluasi dan monitoring atas pelaksanaan reformasi birokrasi di setiap instansi pemerintah secara berkala, termasuk diantaranya terkait tunjangan kinerja bagi para dosen ASN.
"Oleh karena itu kami berharap kebijakan tunjangan kinerja ini tentunya menjadi pemicu semangat untuk terus bekerja lebih baik, melayani lebih cepat, dan memberikan dampak yang nyata kepada masyarakat," kata Rini.
Tukin untuk Kesejahteraan
Sebelumnya, pakar hukum sekaligus dosen di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Satria Unggul Wicaksana, mengatakan bahwa para dosen pantas memperjuangkan dan mendapatkan tukin sebagai haknya. Satria menganggap bahwa tukin menyangkut kesejahteraan para dosen.
"Tukin itu bagian dari kesejahteraan dosen, lebih-lebih dosen perguruan tinggi negeri (PTN) ya, ASN, dan dosen yang lain. Tentu ini tidak bisa ditolerir ya, atau sesuatu yang dapat dinegoisasikan," katanya.
Satria mengatakan bahwa dalam Undang-Undang Dasar (UUD) telah dijelaskan bahwa tukin sudah termasuk ke dalam spending mandatory sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Kalau dilihat dari politik hukum, kebijakan dari Kemendiktisaintek, bahkan pemerintah kita secara umum yang tidak memprioritaskan anggaran pendidikan, ini cukup miris, dan sebenarnya bertentangan dengan undang-undang dasar," kata Satria.
Rincian Besaran Tukin Dosen
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, merinci besaran tunjangan kinerja (tukin) untuk dosen berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025. Dalam Taklimat Media di Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) di Jakarta, Selasa (15/4/2025), Sri Mulyani menjelaskan besaran tukin diperoleh dari selisih nilai tukin pada kelas jabatan dengan nilai tunjangan profesi sesuai jenjang.
Sebagai contoh, bila seorang guru besar menerima tunjangan profesi sebesar Rp6,74 juta dan nilai tukin untuk jabatan setara eselon II pada Kemendiktisaintek Rp19,28 juta, maka nilai tukin yang diterima oleh guru besar tersebut sebesar Rp12,54 juta.
“Jadi, bukan memilih. Tukinnya juga tidak sama dengan tukin Kemendiktisaintek yang struktural, yang sudah ditetapkan berdasarkan kepentingan. Tapi, tukinnya adalah perbedaan antara yang sudah diterima dari tunjangan profesi dengan tukinnya,” kata Sri Mulyani.
Sementara, bila tunjangan profesi yang diterima oleh dosen lebih besar daripada nilai tukin, maka yang diberikan adalah tunjangan profesi, tanpa mengurangi dengan nilai tukin. “Kalau tunjangan profesi lebih tinggi, sementara tukinnya lebih rendah, tidak berarti bahwa dosen yang bersangkutan tukinnya menjadi negatif. Kalau tunjangan profesi yang diterima lebih besar, maka nilainya tetap. Kalau tunjangan profesi lebih kecil, kami tambahkan,” katanya.
BACA JUGA: Dosen ASN ISI Yogyakarta Ancam Lakukan Aksi Mogok, Tukin Tak Dibayar Sejak 2020
Skema tukin itu diberikan kepada dosen aparatur sipil negara (ASN) yang berasal dari tiga kelompok, yakni satuan kerja (satker) perguruan tinggi negeri (PTN), satker PTN badan layanan umum (BLU) yang belum menerima remunerasi, serta lembaga layanan (LL) Dikti. Total penerima yaitu sebanyak 31.066 dosen ASN, dengan rincian 8.725 dosen satker PTN, 16.540 dosen satker PTN BLU yang belum menerima remunerasi, dan 5.801 dosen LL Dikti.
Sedangkan bagi dosen di PTN berbadan hukum (PTN-BH) dan PTN BLU yang sudah menerima remunerasi tidak mendapatkan tambahan fasilitas tukin karena sudah menerima fasilitas penghasilan berupa remunerasi. Menkeu pun memastikan fasilitas tukin diberlakukan per Januari 2025 meski Perpres 19/2025 baru diterbitkan pada April 2025.
Adapun nilai kebutuhan anggaran kebijakan ini diperkirakan mencapai Rp2,66 triliun untuk 14 bulan, yang sudah mencakup gaji 12 bulan (Januari-Desember), tunjangan hari raya (THR), dan gaji ke-13. Anggaran ini termasuk dalam pos belanja pegawai Kemendiktisaintek.
“Nilainya Rp2,66 triliun yang akan kami bayarkan sesudah Mendiktisaintek mengeluarkan peraturan menteri (permen) untuk pelaksanaannya dan juga ada petunjuk teknis (teknis) terhadap kebijakan ini,” kata Sri Mulyani.
Aturan Tukin Dosen Harus Jelas
DPR RI meminta adanya aturan yang lebih jelas terkait pemberian tunjangan kerja atau tukin dan remunerasi terhadap dosen di perguruan tinggi untuk menghindari kecemburuan sosial. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayati, mengatakan aturan berikutnya yang jelas, agar dosen di PTNBH dan Badan Layanan Umum mendapat keadilan.
Hal tersebut disampaikan Esti saat memimpin rombongan Komisi X DPR RI ke Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah X dalam rangka kunjungan kerja reses Komisi X DPR RI ke Provinsi Sumatera Barat. Esti mengatakan, setiap dosen di PTNBH maupun perguruan tinggi Badan Layanan Umum menerima remunerasi yang nilainya masih di bawah tukin.
Oleh karena itu, pemerintah atau kementerian terkait perlu mencarikan solusi yang tepat agar tidak menimbulkan rasa ketidakadilan. "Yang pasti tidak mungkin seorang dosen menerima tukin dan remunerasi sekaligus sehingga perlu aturan berikutnya untuk mengatur hal ini," kata Esti, Rabu (9/4/2025).
Pada kesempatan itu, Komisi X juga menyambut baik langkah Presiden Prabowo Subianto yang telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tunjangan Kinerja. Setelah Prabowo menandatangani Perpres tersebut Esti mengatakan kementerian terkait perlu segera membuat atau menerbitkan aturan turunan seperti petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis. "Aturan turunan ini ditujukan agar tukin bagi dosen segera dicairkan," ujar dia.
Ia menyampaikan, sebelum Perpres tersebut diteken Presiden Prabowo, DPR khususnya Komisi X juga telah bekerja keras agar kebijakan itu segera ditandatangani kepala negara. Bahkan, kata dia, sebelum Perpres itu diteken Komisi X juga didemo karena dinilai lambat dalam mendengarkan aspirasi para dosen di lingkungan perguruan tinggi. "Sampai-sampai kita didemo dan kita dikira hanya 'omon-omon'," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News