Penjual jasa penukaran uang baru ketika menawarkan uang baru berbagai macam pecahan kepada para pengendara yang melintas di jalan Panembahan Senopati, Jogja. - Harian Jogja/Gigih M. Hanafi
Harianjogja.com, JOGJA— Bank Indonesia (BI) Perwakilan DIY mencatat peredaran uang pada periode Ramadan dan Idulfitri (RAFI) 2025 di DIY mencapai Rp4,6 triliun. Turun 21% dibandingkan dengan peredaran uang periode RAFI 2024 sebesar Rp5,8 triliun
Kepala BI Perwakilan DIY, Ibrahim mengatakan untuk realisasi yang ditukarkan oleh masyarakat pada periode RAFI 2025 sebesar Rp43,9 miliar. "Turun 21% dari peredaran uang periode RAFI 2024," ucapnya, Kamis (10/4/2025).
Menanggapi kondisi ini, Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y. Sri Susilo mengatakan salah satu penyebab turunnya uang beredar adalah daya beli. Di mana menurutnya penurunan daya beli masyarakat sudah terindikasi sejak pertengahan tahun lalu saat terjadi penurunan kelas menengah.
Fenomena ini terus berlanjut kemudian terdeteksi lagi dan diperkuat dengan fenomena menjelang lebaran tahun ini. Mulai dari indikasi jumlah pemudik yang turun 24%, penumpang kereta api turun 7%, angkutan bis turun 20%, dan juga pesawat 8%.
"Menjelang lebaran ini jumlah transaksi melalui kartu kredit dan debit turun, berarti kan konsumsi turun. Kemudian QRIS juga ada kecenderungan turun," ungkapnya.
Menurutnya berbagai penurunan ini menunjukkan aktivitas konsumsi turun, identik dengan penurunan daya beli. Masyarakat juga lebih berhati-hati dalam belanja untuk menambah tabungan mereka.
"Istilahnya menjaga saving untuk jaga-jaga atau precautionary saving. Aku gak mudik, lebih baik uangnya buat yang lain dulu buat jaga-jaga ini terjadi," tuturnya mencontohkan.
Lebih lanjut dia mengatakan, tinggi rendahnya penurunan uang beredar sifatnya relatif, namun baginya penurunan 21% cukup signifikan. Apabila dikaitkan dengan aktivitas DIY yang lebih dekat dengan pariwisata dan pendidikan, bisa dipastikan aktivitas Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions (MICE) DIY berkurang.
Sri menyebut hal ini disebabkan anggaran pemerintah yang ditekan habis-habisan sehingga event dari pemerintah berkurang. Lalu tingkat hunian turun beserta turunnya.
"Tampaknya trend berlanjut, kondisi Indonesia gak lepas dari kondisi ekonomi global," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News