Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bersiap memperluas larangan perjalanan (travel ban) ke sekitar 30 negara guna memperketat arus migrasi, menyusul insiden penembakan dua anggota National Guard di Washington.
Melansir Bloomberg pada Rabu (3/12/2025), seorang pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri AS atau Department of Homeland Security (DHS) mengatakan daftar negara yang akan ditambahkan ke dalam travel ban diperkirakan segera diumumkan.
Saat ini, pemerintah AS telah memberlakukan larangan penuh terhadap pelaku perjalanan dari 12 negara dan pembatasan parsial dari tujuh negara lainnya.
Presiden Donald Trump sebelumnya mengancam akan mengambil berbagai langkah keras untuk menekan migrasi menyusul serangan di Washington yang menewaskan seorang anggota National Guard dan membuat satu korban lainnya kritis.
Otoritas federal mengidentifikasi pelaku sebagai Rahmanullah Lakanwal (29), warga negara Afghanistan yang pernah bekerja dengan pasukan AS dan CIA di Afghanistan sebelum masuk ke Amerika Serikat pada 2021.
Trump dan para sekutunya menuding pemerintahan Presiden sebelumnya, Joe Biden, sebagai pihak yang membiarkan Lakanwal masuk ke AS. Mereka pun kembali mendorong pengetatan kebijakan terhadap para migran.
Dalam beberapa hari sejak penembakan tersebut, Trump memaparkan sejumlah rencana kebijakan, mulai dari menghentikan penerimaan imigran dari negara berkembang tertentu, mencabut kewarganegaraan sebagian imigran yang telah dinaturalisasi, hingga mengakhiri pemberian tunjangan federal bagi nonwarga negara.
Meski cakupan dan mekanisme pelaksanaan kebijakan tersebut masih belum sepenuhnya jelas, perluasan travel ban—yang menjadi salah satu kebijakan Trump paling kontroversial sejak masa jabatan pertamanya—dipandang sebagai langkah paling konkret sejauh ini dalam merealisasikan janjinya menekan migrasi legal ke AS.
Pada periode pertama kepresidenannya, kebijakan larangan perjalanan Trump sempat mengalami berbagai perubahan dan melalui rangkaian gugatan hukum panjang hingga akhirnya dinyatakan sah oleh Mahkamah Agung AS sebagai kebijakan yang berada dalam kewenangan presiden. Trump kembali memberlakukan larangan perjalanan pada awal tahun ini.
Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem menyatakan bahwa dirinya telah bertemu dengan Trump dan merekomendasikan perluasan larangan perjalanan tersebut. Namun, dia tidak memerinci berapa banyak negara yang akan terdampak.
“Saya baru saja bertemu Presiden. Saya merekomendasikan larangan penuh perjalanan terhadap setiap negara yang membanjiri negara kami dengan para pembunuh, parasit, dan pencari tunjangan,” tulis Noem dalam unggahan di media sosial X.
Saat ini, negara yang dikenai larangan penuh perjalanan meliputi Afghanistan, Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Myanmar, Somalia, Sudan, dan Yaman. Pembatasan parsial berlaku bagi pelaku perjalanan dari Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela.
Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS (USCIS) telah mengeluarkan panduan baru yang memasukkan status suatu negara dalam daftar larangan perjalanan presiden sebagai salah satu faktor negatif yang signifikan dalam penilaian permohonan imigrasi.
Departemen Luar Negeri AS mengumumkan seluruh penerbitan visa bagi warga Afghanistan yang menggunakan paspor Afghanistan dihentikan sementara hingga pemberitahuan lebih lanjut, termasuk visa imigran khusus bagi warga Afghanistan.
Trump juga menegaskan lewat unggahan media sosial pekan lalu bahwa dia akan mengambil langkah untuk secara permanen menghentikan migrasi dari “seluruh negara Dunia Ketiga.”
Upaya perombakan kebijakan imigrasi telah dilakukan jauh sebelum insiden penembakan National Guard, termasuk memangkas tajam kuota pengungsi, mengakhiri status perlindungan sementara (TPS) bagi migran dari sejumlah negara, memberlakukan biaya aplikasi visa kerja H-1B hingga US$100.000, serta mencabut ribuan visa yang telah diterbitkan.
Selain itu, pemerintah AS berencana meninjau kembali seluruh kasus pengungsi yang direlokasi selama pemerintahan Biden, sebagaimana tertuang dalam memo internal tertanggal 21 November. USCIS juga disebut telah menghentikan sementara sebagian permohonan kartu hijau guna memperketat pemeriksaan calon penduduk tetap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara


















































