Harianjogja.com, JOGJA—Sempat kewalahan menghadapi darurat sampah beberapa waktu lalu, Kemantren Danurejan di Kota Jogja kini mulai bangkit dari permasalahan sampah berkat pengolahan sampah efektif lewat berbagai cara.
Mantri Pamong Praja Kemantren Danurejan, Bambang Endro Wibowo mengatakan, saat ini terpantau tidak ada titik tumpukan sampah liar di wilayahnya. Padahal, beberapa waktu lalu sampai diadakan sebanyak enam pos penjagaan untuk melakukan pengawasan karena jumlah pembuangan sampah liar yang cukup masif.
“Ketika masih darurat didirikan enam posko pengawasan pembuangan sampah liar. Dulu dijaga orang, sekarang tidak dijaga pun sudah bersih. Walaupun masih ada satu di jembatan Jambu yang terus dilakukan pengawasan,” ujar Bambang, Jumat (13/6/2025).
BACA JUGA: CEO Rosan Roeslani: 20 Persen Modal Danantara Akan Dialokasikan Investasi Luar Negeri
Menurut Bambang, masalah sampah di wilayahnya berhasil teratasi berkat beberapa program seperti pengolahan melalui bank sampah, penggerobak, dan pos pengawasan sampah liar tadi.
Bambang menerangkan, sebanyak 41 bank sampah di Danurejan turut berkontribusi menurunkan volume sampah liar karena berhasil diolah menjadi barang bernilai. Adanya bank sampah ini pun tersebar merata di seluruh RW Kemantren Danurejan.
“Bank Sampah di setiap RW, memilah sampah organik dan anorganik. Untuk sampah anorganik banyak diolah sebagai kerajinan sehingga bisa jadi pemasukan tambahan,” jelasnya.
Selain Bank Sampah, di Danurejan juga terdapat 97 penggerobak atau transporter yang mengambil sampah langsung di rumah warga untuk diantarkan ke depo. Saat ini, masyarakat tidak harus membuang sampah sendiri ke depo karena sudah diambilkan.
Meskipun begitu, upaya pengolahan sampah di Danurejan bukan tanpa kendala. Bambang mengatakan, di wilayahnya tidak ada alat pencacah sampah karena minimnya lahan terbuka.
BACA JUGA: Dipentaskan Dalam 3 Hari, Deru Debu Dari Dasar Hadirkan Relasi Tubuh dan Gunung
Padatnya lingkungan di Danurejan membuat pihaknya kesulitan mendatangkan alat tersebut. Saat ini, pihaknya hanya mengandalkan alat pencacah sampah yang ada di wilayah lain.
“Danurejan masuk lingkungan padat penduduk, sehingga tidak ada tanah kosong untuk alat itu. Sehingga kita susah menerapkan untuk program alat pencacah sampah itu,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News