Harianjogja.com, JAKARTA—Presiden RI Prabowo Subianto memerintahkan Bimo Wijayanto yang segera menjabat sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan membenahi sistem aplikasi pelaporan pajak Coretax.
Hal itu disampaikan Bimo usai menemui Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, dan mendapat sejumlah arahan tentang pembenahan sistem perpajakan guna meningkatkan penerimaan negara.
"Coretax akan kita percepat pembenahannya, supaya bisa memberikan kepastian pelayanan kepada wajib pajak," kata Bimo saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (20/5/2025).
BACA JUGA: Mengenal Coretax dan Cara Aksesnya
Bimo menjelaskan bahwa target dan strategi pembenahan Coretax tersebut akan dibicarakan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Namun, ia menegaskan bahwa percepatan untuk penyempurnaan sistem aplikasi Coretax akan dilakukan.
Dalam arahannya, Presiden Prabowo menegaskan komitmen pemerintah untuk memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia yang lebih akuntabel dan berintegritas.
Presiden ingin sistem perpajakan lebih independen untuk mengamankan program Nasional, khususnya dari sisi penerimaan Negara.
Pada kesempatan itu, Bimo juga menyinggung bahwa pemanggilannya oleh Presiden Prabowo menjadi bentuk pengakuan terhadap pentingnya peran Dirjen Pajak.
"Ada beberapa hal yang diberikan arahan kuat oleh Bapak Presiden untuk melakukan hal-hal yang memang diperlukan untuk membuat martabat Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk bisa lebih kuat dalam mengamankan penerimaan negara,” jelas Bimo.
Adapun terkait jabatannya sebagai Dirjen Pajak, Bimo mengungkapkan bahwa ia sudah bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sejak pekan lalu.
Bimo juga mengaku bahwa ia sudah diminta menghadap Presiden Prabowo sejak 20 Maret 2025, untuk tahap penilaian (assesment).
"Pemberitahuannya saya diundang ke Istana untuk asesment lah, itu 20 Maret," katanya.
Profil Bimo Wijayanto
Untuk diketahui, lulusan akuntansi di Universitas Gadjah Mada (UGM) ini meraih gelar tersebut pada 2000 dan mengambil program MBA di University of Queensland, Australia, dan lulus 2005. Bimo juga mengenyam pendidikan lanjutannya mencakup program postdoctoral melalui Hadi Soesastro Prize dari Australia Awards yang dijalankan di dua lembaga: Natsem dan DCID, Duke University. Dia juga meraih gelar doktor (Ph.D.) dalam bidang ekonomi dari University of Canberra, Australia.
Dalam perjalanan kariernya, Bimo sempat menjadi dosen paruh waktu di Pendidikan Profesi Akuntan (PPA) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM pada 2007–2009. Dia juga pernah bertugas sebagai staf di Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu dari Januari 2003 hingga Januari 2010. Selain itu, dia menjabat sebagai Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden pada periode 2015–2016, dan sempat menduduki jabatan sebagai Asisten Deputi Investasi Strategis di Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves). Dirjen Pajak Pilihan Prabowo Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memanggil Bimo Wijayanto yang digadang-gadang akan menjadi calon pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Bimo tercatat telah melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak tiga kali melalui sistem e-LHKPN. Pertama kali dia menyampaikan LHKPN saat menjabat sebagai Tenaga Ahli Utama di KSP pada 2019, dengan total kekayaan sebesar Rp 5,97 miliar.
Laporan kedua disampaikan pada 2020, ketika ia menjabat sebagai Asisten Deputi Investasi Strategis di Kemenko Marves, dengan nilai harta sebesar Rp 6,17 miliar. Terakhir, pada 15 Maret 2022, ia kembali melaporkan hartanya ke KPK—masih dalam jabatan yang sama—dengan total kekayaan mencapai Rp 6,67 miliar.
Aset properti yang ia miliki berupa lima bidang tanah dan/atau bangunan yang tersebar di wilayah Yogyakarta, Sleman, dan Gunungkidul, dengan luas antara 92 hingga 1.827 meter persegi. Semua aset tersebut diklaim sebagai hasil usaha sendiri.
Rincian kekayaannya Bimo Wijayanto
Tanah dan bangunan: Rp 5,8 miliar
Kendaraan: Rp 370 juta (satu unit Toyota Fortuner TRD 2017)
Harta bergerak lainnya: Rp 200 juta
Kas dan setara kas: Rp 300 juta
Tidak memiliki surat berharga, harta lainnya, maupun utang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis, Antara