Penampakan rumah warga yang sudah direnovasi di Padukuhan Tanggulangin, Kalurahan Genjahan, Kapanewon Ponjong, Gunungkidul belum lama ini. Pemkab setempat mengupayakan sumber dana dari berbagai pihak untuk mengentaskan permasalahan rumah tidak layak huni (RTLH) di wilayahnya. Dokumentasi Istimewa
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Pemerintah Kabupaten Gunungkidul terus mempercepat penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) melalui dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kalurahan (APBKal). Berdasarkan SK Bupati Gunungkidul No. 125/KPTS/2021, tercatat masih ada 21.758 unit RTLH yang membutuhkan intervensi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Kepala Bidang Bina Perencanaan Keuangan dan Kekayaan Kalurahan DPMKP2KB Gunungkidul, Waziroh, menjelaskan bahwa upaya penyediaan rumah layak huni telah menjadi prioritas sejak 2017. Komitmen tersebut tertuang dalam pedoman penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kalurahan, Rencana Kerja Pemerintah Kalurahan, hingga APBKal.
Sejak 2017–2022, kalurahan diarahkan memberikan stimulan berupa jamban sehat dan rehabilitasi RTLH minimal untuk 10 KK setiap tahun. Mulai 2023, cakupan bantuan diperluas meliputi pembangunan, perbaikan, hingga rehabilitasi rumah tidak layak huni serta penyediaan jamban sehat, dengan nilai bantuan maksimal Rp10 juta dalam bentuk material.
“Penerima bantuan diprioritaskan bagi keluarga dengan risiko stunting, rentan sakit menahun, penyakit menular, dan seluruhnya berbasis data kemiskinan sistem informasi desa (SID) agar tidak tumpang tindih dengan program APBN, APBD provinsi maupun kabupaten,” jelasnya, Kamis (4/12/2025).
Tahun ini Pemkab juga berkolaborasi dengan salah satu organisasi yang fokus pada perumahan warga miskin. Dua kapanewon menjadi lokus utama, yakni Wonosari dan Nglipar, mencakup 13 kalurahan dengan total anggaran lebih dari Rp1 miliar.
“Serapan anggarannya sudah lumayan, meskipun di lima kalurahan masih belum memuaskan dan sudah kami koordinasikan untuk tindak lanjutnya,” tambah Waziroh.
Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Gunungkidul, Octavianta Raharja, mengungkapkan bahwa sejak 2021 hingga 2025 baru 6.081 unit yang mendapatkan bantuan rehabilitasi. Artinya, masih ada 15.933 unit RTLH yang belum tertangani dan perlu percepatan.
Menurut Octavianta, penanganan RTLH setiap tahun sangat bergantung pada beragam sumber pendanaan. Meski jumlah RTLH berkurang, penurunannya belum signifikan. Untuk 2026, Pemkab menargetkan penanganan melalui berbagai skema pendanaan, baik APBD, APBN, hingga program CSR.
“Tahun depan program RTLH dari APBD ada 256 unit dengan stimulan Rp20 juta per unit, APBN 500 unit, Baznas 10 unit, dan juga dari CSR,” ungkapnya.
Pemkab juga menyiapkan strategi pendanaan berlapis untuk mengatasi keterbatasan APBD, mulai dari APBD provinsi, Dana Keistimewaan, APBN/DAK/BSPS, hingga CSR BUMD dan mitra lainnya.
“Dengan demikian, target nasional dan daerah dalam jangka panjang untuk penyediaan akses hunian layak, layanan air minum aman, serta sanitasi aman 100% pada 2045 bisa tercapai,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































