Gunung Rinjani. - JIBI
Harianjogja.com, JAKARTA—Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyebut Pemerintah Indonesia terbuka untuk melakukan investigasi gabungan dengan pemerintah Brasil, guna menyelidiki lebih lanjut kematian turis pendaki Gunung Rinjani, Juliana Marins.
Pemerintah Indonesia mengusulkan berbagai solusi terhadap penuntasan kasus tersebut, termasuk melakukan investigasi gabungan secara bilateral dengan Brasil.
Yusril tidak memerinci apabila usulan tersebut sudah disampaikan secara resmi ke pemerintah Brasil. Namun, usulan itu datang usai keluarga almarhum dan salah satu lembaga independen dari negara Amerika Latin itu berencana untuk membawa kasus ini ke ranah hukum internasional.
BACA JUGA: 9 Kendaraan Terlibat Tabrakan Beruntun di Pertigaan Pertigaan Terminal Bawen Semarang
"Jadi aparat penegak hukum di Indonesia dalam hal ini adalah kepolisian dapat bekerja sama dengan pihak otoritas Brasil yang menangani satu investigasi untuk menyelidiki kasus ini dan kita terbuka untuk itu," ujarnya di Kantor Kemenko Kumham Imipas, Jakarta, dikutip Sabtu (5/7/2025).
Yusril menyebut pembentukan tim investigasi gabungan antara dua pihak sudah pernah dilakukan di Indonesia secara terbuka dan adil menurut hukum.
Apapun hasil dari investigasi itu, terangnya, akan diungkapkan ke publik di dua negara tersebut apabila disetujui. "Saya kira langkah ini akan fair, jujur, adil, lebih terbuka daripada membuat statement-statement mau membawa Indonesia ke hukum internasional hanya berdasarkan atas dugaan-dugaan, spekulasi yang tanpa didasari oleh satu penyelidikan yang sungguh-sungguh untuk mengungkapkan fakta yang sesungguhnya terjadi," kata ahli hukum tata negara itu.
Yusril mengakui pemerintah Indonesia mengetahui rencana keluarga Juliana dan salah lembaga independen asal Brasil, Federal Public Defender's Office (FPDO), untuk membawa kasus kematian almarhum ke ranah hukum internasional.
Keluarga pun diketahui juga mendorong agar adanya otopsi ulang atas jenazah Juliana yang saat ini sudah dipulangkan ke negara asal. Hal itu kendati otoritas di Denpasar dan Brasil juga telah menggelar otopsi terhadap jenazah Juliana.
Adapun terkait dengan tuntutan hukum dimaksud, Yusril menyatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak atau belum pernah menerima nota diplomatik resmi dari pemerintah Brasil.
"Jadi bukan pemerintah Brasil, belum atau mungkin tidak sampai hari ini menyampaikan nota diplomatik ataupun menyampaikan surat kepada pemerintah Indonesia mempertanyakan kasus kematian Juliana Marins ini," papar menteri yang pernah menjabat di kabinet pemerintahan Gus Dur, Megawati dan SBY ini.
Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, RSUD Bali Mandara telah melakukan otopsi terhadap jenazah Juliana. Hasilnya, Dokter Spesialis Forensik Rumah Sakit Bali Mandara, Ida Bagus Putu Alit mengungkap bahwa Juliana meninggal akibat benturan dengan benda tumpul saat jatuh di Gunung Rinjani. Benturan tersebut menyebabkan luka lecet geser, patah tulang hingga pendarahan.
"Kami melakukan pemeriksaan luar dan otopsi, jadi hasilnya kita memang menemukan luka-luka pada seluruh tubuh korban [Juliana], terutama yang ada adalah luka lecet geser, yang menandakan bahwa korban itu memang geser dengan benda tumpul. Kemudian kita juga menemukan adanya patah-patah tulang, terutama di daerah dada bagian belakang, tulang punggung dan paha," jelas Putu Alit kepada media, Jumat (27/6/2025).
Berdasarkan kronologinya, Juliana jatuh ke lereng Gunung Rinjani dari yang awalnya 200 meter, kemudian semakin terperosok hingga kedalaman 600 meter. Setelah lima hari berselang pada 25 Juni 2025 pukul 13:51 WITA, tim SAR gabungan baru bisa mengangkat jenazah korban dari dasar jurang menggunakan peralatan manual dengan tali yang ditarik pakai teknik lifting.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara