Foto ilustrasi hujan di perkotaan, dibuat menggunakan Artificial Intelligence - AI.
Harianjogja.com, JOGJA—Pakar pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM), Ghifari Yuristiadhi, mengingatkan industri wisata DIY agar menerapkan wisata adaptif cuaca sepanjang Desember 2025 karena puncak musim hujan berpotensi memicu banjir, longsor, dan kerusakan infrastruktur.
Ghifari memaparkan BMKG telah mengeluarkan peringatan dini terkait hujan lebat disertai petir dan angin kencang di sejumlah wilayah DIY mulai Rabu (3/12/2025). Kondisi tersebut berisiko memicu banjir, longsor, hingga kerusakan infrastruktur.
Situasi ini dinilai perlu diantisipasi serius oleh sektor pariwisata yang tengah bersiap menghadapi tingginya kunjungan akhir tahun. Ghifari menyebut bahwa mitigasi pariwisata harus dimulai dari kesadaran pelaku wisata untuk menghentikan aktivitas luar ruang saat cuaca ekstrem terjadi.
“Pada hierarki pengendalian risiko, langkah paling dasar adalah eliminasi atau menghentikan aktivitas berisiko, terutama saat cuaca ekstrem berlangsung,” ujar Ghifari di DPRD DIY, Kamis (4/12/2025).
Ghifari menekankan perlunya mengganti aktivitas wisata outdoor dengan alternatif indoor ketika informasi risiko cuaca besar telah dikeluarkan BMKG. Pilihan aktivitas tersebut bisa berupa kunjungan ke museum, wisata kuliner, hingga workshop budaya guna memastikan kegiatan wisata tetap berjalan tanpa paparan cuaca buruk.
“Ketika sudah ada peringatan cuaca, aktivitas berisiko tinggi harus dialihkan. Wisata indoor adalah opsi paling aman agar industri tetap bergerak,” katanya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya penguatan rekayasa teknis di destinasi wisata. Beberapa bentuk engineering control yang dapat diterapkan yakni penyediaan jalur evakuasi yang jelas, pembangunan tempat berteduh permanen, hingga pemasangan sistem peringatan dini banjir, longsor, atau gelombang tinggi.
Pada aspek administratif, Ghifari menyebut perlunya SOP penutupan objek wisata saat cuaca ekstrem, yang belum banyak diberlakukan di DIY, padahal berperan penting dalam meningkatkan keamanan wisatawan.
Pembatasan jumlah pengunjung di kawasan rawan, penyediaan informasi cuaca real-time, dan pelatihan mitigasi bencana bagi pemandu juga menjadi langkah mendesak yang perlu diperkuat.
Langkah mitigasi komprehensif juga disarankan dengan memanfaatkan data BMKG dan BPBD DIY untuk prakiraan cuaca yang disampaikan secara konsisten kepada pengelola wisata dan wisatawan. Perawatan drainase, pengecekan struktur bangunan, hingga kesiapan jalur evakuasi di setiap destinasi menjadi bagian dari protokol yang harus dipastikan berjalan.
Di sisi lain, Ghifari mengingatkan agar pembangunan pariwisata tidak berlebihan dan tidak merusak lingkungan yang justru memperparah risiko bencana dan krisis iklim. Upaya peningkatan kualitas wisata pun harus menjadi prioritas menuju konsep wisata berkualitas 2025, bukan sekadar mengejar jumlah kunjungan.
Menurutnya, pariwisata DIY perlu mendorong konsep “wisata adaptif cuaca” yang lebih fleksibel, aman, dan berkelanjutan, terutama pada periode musim hujan. Hal ini sekaligus menjaga umur panjang destinasi dan kenyamanan wisatawan di tengah dinamika cuaca ekstrem.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pariwisata DIY, Lis Dwi Rahmawati, mengungkapkan pihaknya telah melakukan pembatasan kegiatan di lokasi wisata yang dinilai rawan. Ia mencontohkan, desa wisata Sriharjo di Imogiri, Bantul, yang dilakukan pembatasan setelah kejadian jalan amblas beberapa waktu lalu.
“Sriharjo kita sampaikan pembatasan di area tersebut. Ketika area itu dinilai rawan, Sriharjo yang beberapa kali mengadakan event akan lebih dibatasi,” jelas Lis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































