Arifin, manager sekaligus adik dari pendiri usaha Wingko dan Bakpia Ngasem sedang memasak bakpia di lapaknya pada Minggu (21/12/2025). - Harian Jogja/Stefani Yulindriani.
Harianjogja.com, JOGJA—Libur akhir tahun membawa berkah bagi pelaku kuliner tradisional di Kota Jogja. Lapak Wingko dan Bakpia Ngasem di Pasar Ngasem mencatat lonjakan omzet hingga tiga kali lipat seiring meningkatnya arus wisatawan.
Berada tak jauh dari kawasan wisata Taman Sari, Wingko dan Bakpia Ngasem menjadi incaran wisatawan yang mencari oleh-oleh khas Jogja. Aroma wingko yang dipanggang di atas tungku arang menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi pelancong yang ingin merasakan jajanan tradisional dengan proses memasak autentik.
Kenaikan kunjungan wisata selama libur panjang turut mendongkrak permintaan. Pembeli tak hanya datang dari dalam kota, tetapi juga dari Bandung, Jakarta, hingga luar Pulau Jawa yang menjadikan wingko dan bakpia sebagai simbol buah tangan dari Kota Gudeg.
Aroma kelapa parut yang dipanggang di atas tungku arang menyeruak di sudut Pasar Ngasem, Kota Jogja. Di tengah riuh wisatawan yang lalu-lalang usai menyusuri kawasan Taman Sari, antrean pembeli tampak mengular di salah satu lapak sederhana: Wingko dan Bakpia Ngasem.
Menjelang libur akhir tahun, denyut aktivitas di lapak ini semakin terasa. Tangan-tangan cekatan tak berhenti membalik wingko di atas tungku, sementara bakpia hangat tersusun rapi menunggu dibawa pulang sebagai buah tangan. Bagi Arifin, manager sekaligus adik dari pendiri usaha ini, pemandangan seperti ini sudah menjadi pertanda satu hal yaitu penjualan sedang naik-naiknya.
“Kalau hari biasa omzet sekitar Rp30 juta sampai Rp40 juta per hari, terutama saat akhir pekan. Tapi kalau masuk libur panjang seperti sekarang, bisa naik sampai tiga kali lipat. Kemungkinannya tembus Rp60 juta sampai Rp65 juta per hari,” katanya Minggu (21/12/2025).
Usaha Wingko dan Bakpia Ngasem tersebut bermula pada 2022. Kala itu, Wiwid, kakak Arifin, sekadar mencoba resep wingko buatannya sendiri. Tak disangka, cita rasa sederhana dengan sentuhan tradisional justru menarik perhatian pembeli. Dari coba-coba itulah, usaha keluarga ini perlahan tumbuh dan menemukan pasarnya.
Seiring meningkatnya arus wisata ke Jogja, pembeli Wingko dan Bakpia Ngasem tak hanya datang dari sekitar kota. Arifin mengaku banyak pelanggan berasal dari Bandung, Jakarta, hingga luar Pulau Jawa. Bagi mereka, jajanan pasar ini menjadi simbol kecil perjalanan liburan di Kota Gudeg.
Menariknya, lapak ini hanya menjual dua produk yaitu wingko dan bakpia. Wingko dipertahankan dengan rasa original, sementara bakpia hadir dengan isian kacang hijau hanya yang tersedia. Sementara bakpia dengan varian cokelat dan keju hanya dibuat hanya berdasarkan pesanan.
“Awalnya wingko itu produk utama, bakpia cuma pendamping. Tapi ternyata bakpia juga laris. Sekarang permintaannya seimbang,” katanya.
Dia menuturkan produksi jajanan tersebut dilakukan di dapur khusus di kawasan Godean. Di sana, bahan dasar bakpia dan wingko diolah menjadi produk setengah jadi. Kemudian, proses pemasakan lanjutan tetap dilakukan di Pasar Ngasem. Langkah tersebut dilakuakn bukan sekadar untuk mengefektifkan proses pembuatan produknya, namun juga agar pembeli dapat melihat langsung proses pembuatan wingko dan bakpia yang masih tradisional.
Di Pasar Ngasem, wingko dan bakpia wajib dimasak menggunakan tungku berbahan bakar arang. Selain mengikuti aturan pengelola pasar yang melarang penggunaan gas, cara ini juga dipertahankan sebagai bentuk kearifan lokal.
“[Wingko dan bakpia yang dimasak dengan tungku] Rasanya beda. Lebih wangi, lebih khas,” katanya.
Setelah hampir tiga tahun berjualan di Pasar Ngasem, perkembangan usaha ini terbilang pesat. Jumlah karyawan bertambah, omzet meningkat, dan satu cabang penjualan kini telah dibuka di Pasar Gede, Solo. Tak hanya mengandalkan penjualan langsung, pemesanan daring juga mulai digarap untuk mengantisipasi lonjakan pembeli saat liburan.
terkait dengan harga produk, Wingko dan Bakpia Ngasem tetap membumi. Bakpia kacang hijau dijual dengan harga Rp2.000 per biji, sementara wingko dibanderol dengan Rp3.000 per biji. Pembelian pun fleksibel, bahkan satu biji tetap dilayani.
Di balik manisnya omzet libur akhir tahun, Arifin menyimpan harapan sederhana. Dia berharap Pasar Ngasem sebagai destinasi wisata kuliner terus dibenahi, terutama soal infrastruktur pendukung.
“Animonya sudah bagus karena dekat Taman Sari. Tinggal parkir dan penataan saja yang perlu diperhatikan supaya pengunjung makin nyaman,” katanya.
Di tengah hiruk-pikuk liburan, lapak kecil Wingko dan Bakpia Ngasem menjadi bukti bahwa rasa tradisional, ketekunan, dan momentum wisata bisa berpadu menghadirkan rezeki, hangat, seperti wingko yang baru turun dari tungku.
Momentum libur akhir tahun menjadi bukti bahwa wisata kuliner tradisional Jogja seperti Wingko dan Bakpia Ngasem tetap diminati dan mampu tumbuh bersama geliat pariwisata kota.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































