Komisi VIII Desak Kemenag Bentuk Ditjen Pesantren

3 hours ago 2

Komisi VIII Desak Kemenag Bentuk Ditjen Pesantren Foto ilustrasi pondok pesantren. / Freepik

Harianjogja.com, JAKARTA—Kementerian Agama diminta segera membentuk Ditjen Pesantren agar program pembinaan, bantuan, dan pengawasan pesantren berjalan lebih efektif. Hal ini diutarakan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko.

Dia menilai, keberadaan Ditjen Pesantren akan memberikan posisi yang lebih setara bagi lembaga pendidikan Islam itu dalam struktur Kementerian Agama, sehingga program bantuan, pelatihan, serta audit teknis bangunan dapat tersalurkan dengan lebih efektif.

“Kalau ada Ditjen khusus, setiap pesantren bisa mendapat akses langsung ke tenaga ahli, inspeksi bangunan, hingga dana perbaikan yang transparan dan tepat sasaran,” kata Singgih dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Wacana pembentukan Ditjen Pesantren tersebut muncul setelah peristiwa runtuhnya salah satu gedung di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny. Kejadian tersebut menyita perhatian publik dan memunculkan wacana pembentukan Direktorat Jenderal khusus yang menangani pesantren di bawah Kementerian Agama.

"Di Indonesia ada sekitar 5 juta santri dan lebih dari 42 ribu pondok pesantren aktif. Jika menjadi Ditjen, lembaga ini akan lebih berdaya dalam melindungi, membina, dan memajukan pesantren,” ujarnya.

Menurut Singgih, tragedi robohnya bangunan Ponpes Al Khoziny menjadi peringatan akan kerentanan tata kelola dan infrastruktur pesantren.

Dia menekankan perlunya peningkatan kualitas, standar bangunan, dan pengawasan teknis agar peristiwa serupa tidak terulang.

“Pesantren memiliki akar sejarah yang kuat dan menjadi benteng pembentukan karakter bangsa. Negara harus hadir memberi dukungan nyata,” katga Singgih.

Singgih menyoroti pula ketimpangan penyaluran dana untuk pesantren, terutama dari Dana Abadi Pesantren yang dikelola bersama LPDP.

Menurutnya, dana tersebut selama ini lebih banyak difokuskan pada beasiswa, sedangkan bantuan untuk pembangunan fisik dan rehabilitasi masih sangat kecil dibandingkan kebutuhan.

Lebih lanjut, Singgih mengungkapkan bahwa imbal hasil Dana Abadi Pendidikan dan Pesantren pada 2023 mencapai Rp9,3 triliun, namun hanya sekitar Rp250 miliar yang disalurkan ke pesantren.

Padahal idealnya, kata dia, Rp900 miliar perlu dialokasikan untuk 5 juta santri agar manfaatnya lebih luas, tidak hanya untuk beasiswa, tetapi juga pembangunan dan pemeliharaan fasilitas.

Selain aspek kelembagaan dan pendanaan, Singgih menilai penguatan SDM pesantren juga sangat mendesak. Dia mengingatkan, pesantren merupakan wajah asli pendidikan Islam di Indonesia yang telah berperan besar dalam mencerdaskan bangsa dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Namun, perhatian pemerintah terhadapnya masih belum seimbang.

“Masih banyak pesantren yang dikelola secara swadaya dengan fasilitas terbatas, teknologi minim, dan guru yang belum tersertifikasi. Data Balitbang Kemenag mencatat lebih dari 60 persen guru di pesantren belum bergelar sarjana. Ini bukan soal kemampuan, tapi soal akses pendidikan yang belum merata,” jelasnya.

Singgih menegaskan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren sudah memberikan dasar hukum kuat bagi negara untuk mendukung pesantren dalam pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Namun, implementasinya masih berjalan lambat.

“Pembentukan Ditjen Pondok Pesantren tidak akan menambah beban Kementerian Agama, karena urusan haji kini sudah ditangani Kementerian Haji. Justru dengan Ditjen ini, pembinaan pesantren akan lebih fokus dan efektif,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |