Kartini atau yang biasa disapa Mimi saat ditemui di rumahnya yang sangat sederhana daerah Margosari, Pengasih, Kamis (8/5/2025) Khairul Ma'arif - Harian Jogja.
Harianjogja.com, KULONPROGO –Kisah Kartini, seorang penjaga warung sembako dan sayur naik haji mungkin baru ada di Kulonprogo. Meski hidup sederhana, Warga Padukuhan Karangtengah Lor, Margosari, Pengasih, Kulonprogo itu tidak menyurutkan tekadnya untuk berangkat haji.
Sehari-hari, Kartini bekerja sebagai penjaga warung dengan penghasilan pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Padahal perempuan berusia 54 tahun itu menghidupi tiga anaknya sendirian sejak 2009. Suaminya meninggal dunia karena penyakit liver.
“Jadi saya selama ini ngumpulin duit haji ya sambil membiayai sekolah tiga anak, yang sekarang sudah sarjana semua,” katanya saat ditemui di rumahnya, Kamis (8/4/2025).
Dia tinggal di rumah sederhananya dengan anak bungsunya. Rumahnya hanya terdiri dari dua kamar dan masing-masing satu dapur dan kamar mandi.
Di rumah seluas 100 meter persegi tersebut menjadi tempat berteduhnya selama beberapa tahun terakhir. Dua anaknya yang lain tidak berada di rumah itu lantaran merantau ke Palembang dan Jakarta.
Ketekunannya dalam menabung dan niat kuatnya untuk naik haji meruntuhkan keragu-raguan. Tidak hanya masyarakat ekonomi kelas atas saja yang bisa naik haji.
Setelah ditinggal suaminya, berbagai pekerjaan pernah dilakoni Kartini. Mulai dari berjualan kuliner yang dibantui anak bungsunya sampai akhirnya melakoni pekerjaannya sekarang.
“Sudah dua tahun terakhir saya jadi buruh warung gajinya sehari Rp60 ribu,” tutur perempuan yang biasa disapa Mimi ini.
Mimi menjadi sapaan akrabnya di Padukuhan Karangtengah Lor yang sudah sangat dikenali para tetangganya.
Penghasilan Kecil
Menurutnya, gajinya Rp 60 ribu itu baru akhir-akhir ini. Awal menjadi penjaga warung sayur gajinya hanya Rp45 ribu sehari. Naiknya pun bertahap Rp5 ribu sebelum akhirnya sekarang menjadi Rp60 ribu.
Kondisi tersebut yang menjadikannya baru mampu melunasi biaya haji di detik-detik terakhir yang sudah ditentukan. Menurutnya, batas akhir pelunasan haji 17 April lalu dan Mimi baru mampu melunasinya 16 April atau sehari sebelum ditutup.
Warung sayur tempatnya bekerja di Pasar Teteg, Beji, Wates. Sebelumnya dia juga bekerja sebagai penjaga warung soto selama empat tahun. “Di warung soto gaji saya Rp40 ribu waktu itu,” tuturnya.
Dengan penghasilan yang terbilang tidak banyak itu, Mimi tidak hanya menabung untuk pelunasan haji. Dia pun masih harus menyisihkan gajinya yang tidak seberapa itu untuk kebutuhan anaknya sekolah.
Tidak dipungkirinya, beberapa kali harus berhutang dengan saudara agar ketiga anaknya bisa menjadi sarjana. “Alhamdulilah sekarang tiga anak saya semuanya sarjana walaupun ibunya hanya lulusan SMP,” ungkapnya.
Mimi menceritakan, setoran awal hajinya dilakukan 2012 lalu. Prosesnya pun tidak mudah lantaran harus benar-benar dengan tekun menabung. Ketika itu suaminya pun sudah meninggal dunia.
Kain Sarung
Dia menuturkan, rencana naik haji itu sudah ada sejak suaminya tercinta masih hidup. Awalnya ingin setor haji berdua dengan suaminya agar berangkat haji bersama. Namun, cita-cita tersebut tidak dapat direalisasikannya.
“Tapi saya besok ke Makkah ibadah haji bawa kain sarung kesukaan suami saya warnanya putih, biarpun orangnya tidak bisa berangkat tetapi barang kesenangannya berangkat,” bebernya.
Sarung kain tersebut disampaikannya sering digunakan almarhum suaminya untuk ibadah ataupun menemani kesehariannya. Selama ini sarung tersebut selalu dirawatnya sepeninggal suami dan sesekali digunakannya juga.
Mimi mengungkapkan, memang sangat ingin dapat melaksanakan ibadah haji. Setoran awal biaya hajinya Rp25 juta dan pelunasannya kemarin mencapai sekitar Rp30 juta. Dibutuhkan menabung sampai sekitar 10 tahun sebelum akhirnya bisa melakukan setoran awal haji.
“Alhamdulilah Allah kasih jalan kasih rezeki niat baik selalu menemukan cara terbaiknya,” ucapnya. Tekad kuatnya dilandasi karena naik haji sebagai ibadah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News