Ratusan warga membawa bantuan yang mereka terima dari truk yang memasuki Jalur Gaza utara, di jalan utara Kota Gaza, Palestina (22/6/2025). ANTARA/Xinhua - Rizek Abdeljawad
Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintah Israel dilaporkan membayar Google sebanyak US$45 juta atau sekitar Rp741,9 miliar untuk menyebarkan propaganda di tengah meningkatnya kecaman internasional atas pengepungan dan penghancuran jalur Gaza.
Melansir laman New Arab pada Selasa (9/9/2025), fakta tersebut diungkap oleh investigasi Drop Site News awal pekan ini. Menurut laporan tersebut, pembahasan di Knesset (parlemen Israel) mengenai kampanye hubungan masyarakat ini dimulai hanya beberapa jam setelah pemerintah Israel mengumumkan penghentian total pasokan makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya ke jalur Gaza pada 2 Maret 2025.
BACA JUGA: Gus Irfan Punya Vario dan Mio Karbu
Para anggota Knesset disebut lebih mengkhawatirkan citra Israel di mata dunia ketimbang kondisi kemanusiaan warga sipil Palestina yang terdampak. Sejak kebijakan itu diterapkan, setidaknya 367 warga Gaza meninggal akibat kelaparan, termasuk 131 anak-anak.
Kontrak senilai US$45 juta tersebut diteken pada akhir Juni 2025 untuk sebuah kampanye iklan berdurasi enam bulan. Saat itu, pasukan Israel gencar menyerang warga Palestina yang tengah berdesakan di lokasi distribusi bantuan yang dijalankan Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga yang justru kerap dicap negatif oleh pemerintah Israel.
Serangan udara ke kawasan sipil Gaza pun terjadi setiap hari. Kampanye ini diusulkan oleh Avichay Adraee, juru bicara militer Israel untuk dunia Arab, yang menyarankan agar diluncurkan kampanye digital untuk membantah adanya kelaparan.
“Kita bisa meluncurkan kampanye digital dalam konteks ini, untuk menjelaskan bahwa tidak ada kelaparan dan menyajikan data,” kata Adraee.
Salah satu iklan paling menonjol muncul di YouTube, platform berbagi video milik Google, yang memperlihatkan warga Palestina sedang menyiapkan dan memakan makanan.
Video tersebut diakhiri dengan kalimat, “Ada makanan di Gaza. Klaim lain adalah kebohongan.”
Iklan itu tayang di tengah meningkatnya kecaman global terhadap kasus kelaparan dan gizi buruk di Gaza, serta hanya beberapa saat sebelum PBB secara resmi menyatakan terjadinya kelaparan di Kota Gaza dan wilayah sekitarnya.
Selain dengan Google, pemerintah Israel juga dilaporkan membayar US$3 juta atau sekitar Rp49,5 miliar kepada platform media sosial X (sebelumnya Twitter) untuk kampanye serupa.
Mereka bahkan mendatangkan influencer asal Amerika Serikat ke Gaza untuk menyebarkan narasi pro-Israel, sementara jurnalis internasional dilarang masuk dan wartawan Palestina kerap menjadi target serangan. Meski berusaha membantah adanya kelaparan, sejumlah menteri Israel secara terbuka justru pernah menyerukan agar warga Gaza dibuat kelaparan.
“Menurut saya, mereka bisa dikepung. Tidak ada air, tidak ada listrik, mereka bisa mati kelaparan atau menyerah,” kata Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich.
Pernyataan senada juga datang dari Menteri Warisan Amichay Eliyahu yang menegaskan bahwa warga Palestina perlu dibuat kelaparan kecuali mereka mau meninggalkan Gaza.
Langkah Israel menggandeng Google ini juga muncul setelah salah satu pendiri Google, Sergey Brin, menyebut PBB sebagai lembaga yang secara transparan antisemit usai Pelapor Khusus PBB, Francesca Albanese, mengkritik Google karena mendapat keuntungan dari agresi Israel dengan menyediakan layanan cloud bagi pemerintah Israel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis