Hukum merayakan tahun baru Masehi dalam perspektif Islam

2 months ago 29

Jakarta (ANTARA) - Perayaan Tahun Baru Masehi yang jatuh pada 31 Desember di setiap tahunnya, menjadi momen yang dinanti-nanti oleh banyak orang di seluruh dunia, termasuk umat Muslim. Namun, perayaan tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai hukum merayakannya dalam pandangan Islam.

Beberapa ulama memiliki pandangan berbeda terkait perayaan tersebut, dengan sebagian menganggapnya tidak diperbolehkan, sementara lainnya memberikan penjelasan dengan pendekatan yang lebih kontekstual.

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa merayakan Tahun Baru Masehi bertentangan dengan ajaran Islam, karena merupakan tradisi non-Islam yang tidak berlandaskan syariat. Oleh karena itu, banyak yang menganggap perayaan tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip agama.

Namun, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), tidak ada larangan untuk merayakan Tahun Baru Masehi atau mengucapkan selamat tahun baru. MUI mengimbau agar perayaan tersebut dilakukan dengan sederhana dan tidak berlebihan, serta tidak mengganggu ketenangan orang lain.

Baca juga: Kumpulan doa penenang hati menurut Islam

Mengulas sejarah kalender Gregorian, tahun baru yang dimulai pada 1 Januari pertama kali ditetapkan oleh Kaisar Romawi Julius Caesar pada tahun 46 SM.

Selanjutnya, pada tahun 1582, Paus Gregorius XIII mengesahkan kalender ini. Penetapan resmi kalender tersebut diikuti oleh negara-negara Eropa Barat yang mulai menggunakannya pada tahun 1752.

Kendati demikian, perdebatan mengenai hukum merayakan tahun baru masih terus berlangsung di kalangan umat Islam. Banyak yang mempertanyakan apakah tindakan tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai hal tersebut menurut perspektif hukum Islam.

Hukum merayakan tahun baru dalam perspektif Islam

Berdasarkan kajian dari berbagai literatur, diperoleh keterangan bahwa merayakan tahun baru diperbolehkan selama tidak disertai dengan perbuatan maksiat, seperti kerusuhan, balap liar, tawuran, pacaran, dan sebagainya.

Baca juga: Doa syukur saat melihat Bulan purnama, tulisan Arab latin dan artinya

Pendapat ini sejalan dengan pernyataan Guru Besar Al-Azhar Asy-Syarif dan Mufti Agung Mesir, Syekh Athiyyah Shaqr (wafat 2006 M). Dalam kompilasi fatwa ulama Al-Azhar, dirinya menyatakan:

وَقَيْصَرُ رُوْسِيَا "الإِسْكَنْدَرُ الثَّالِثُ" كَلَّفَ الصَّائِغَ "كَارِلْ فَابْرَج" بِصَنَاعَةِ بَيْضَةٍ لِزَوْجَتِهِ 1884 م، اسْتَمَرَّ فِي صُنْعِهَا سِتَّةَ أَشْهُرٍ كَانَتْ مَحِلَّاةً بِالْعَقِيْقِ وَالْيَاقُوْتِ، وَبَيَاضُهَا مِنَ الْفِضَّةِ وَصِفَارُهَا مِنَ الذَّهَبِ، وَفِى كُلِّ عَامٍ يَهْدِيْهَا مِثْلَهَا حَتَّى أَبْطَلَتْهَا الثَّوْرَةُ الشُّيُوْعِيَّةُ 1917 م. وَبَعْدُ، فَهَذَا هُوَ عِيْدُ شَمِّ النَّسِيْمِ الَّذِي كَانَ قَوْمِيًّا ثُمَّ صَارَ دِيْنِيًّا فَمَا حُكْمُ احْتِفَالِ الْمُسْلِمِيْنَ بِهِ؟ لَا شَكَّ أَنَّ التَّمَتُّعَ بِمُبَاهِجِ الْحَيَاةِ مِنْ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَتَنَزُّهٍ أَمْرٌ مُبَاحٌ مَا دَامَ فِى الْإِطَارِ الْمَشْرُوْعِ الَّذِي لَا تُرْتَكَبُ فِيْهِ مَعْصِيَّةٌ وَلَا تُنْتَهَكُ حُرْمَةٌ وَلَا يَنْبَعِثُ مِنْ عَقِيْدَةٍ فَاسِدَةٍ

Artinya: “Kaisar Rusia, Alexander III pernah mengutus seorang tukang emas ‘Karl Fabraj’ guna membuat topi baja untuk istrinya pada tahun 1884 M. Proses pembuatannya berlangsung selama 6 bulan. Topi itu ditempeli batu akik dan permata. Warna putihnya dari perak dan warna kuningnya dari emas.

Di setiap tahunnya ia menghadiahkan topi serupa kepada istrinya hingga kemudian istrinya ditumbangkan oleh pemberontakan kelompok komunisme pada tahun 1917 M.

Mulanya acara ini merupakan suatu perayaan ‘Sham Ennesim’ (Festival nasional Mesir yang menandai dimulainya musim semi) yang merupakan tradisi lokal Mesir lantas berubah menjadi tradisi keagamaan. Lalu bagaimanakah hukum memperingati dan merayakannya bagi seorang muslim?

Tidak diragukan lagi bahwa menikmati keindahan hidup, seperti makan, minum, dan menjaga kebersihan, diperbolehkan selama sesuai dengan syariat, tidak mengandung kemaksiatan, tidak merusak kehormatan, dan tidak bertentangan dengan akidah yang benar. [Wizarah Al-Auqof Al-Mishriyyah, Fatawa Al-Azhar, Juz X, halaman 311].

Baca juga: Ahmad Syaikhu gelar doa bersama keluarga sebelum pencoblosan

Sejalan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Mufti Agung Mesir, ulama Hadist terkemuka asal Haramain, Syekh Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki (wafat 2004 M), dalam kitabnya juga menegaskan:

جَرَتْ عَادَاتُنَا أَنْ نَجْتَمِعَ لإِحْيَاءِ جُمْلَةٍ مِنَ الْمُنَاسَبَاتِ التَّارِيْخِيَّةِ كَالْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ وَذِكْرَى الْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَالْهِجْرَةِ النَّبَوِيَّةِ وَذِكْرَى نُزُوْلِ الْقُرْآنِ وَذِكْرَى غَزْوَةِ بَدْرٍ وَفِى اعْتِبَارِنَا أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ عَادِيٌّ لَا صِلَةَ لَهُ بِالدِّيْنِ فَلَا يُوْصَفُ بِأَنَّهُ مَشْرُوْعٌ أَوْ سُنَّةٌ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُعَارِضًا لِأَصْلٍ مِنْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ لأَنَّ الْخَطَرَ هُوَ فِى اعْتِقَادِ مَشْرُوْعِيَّةِ شَيْءٍ لَيْسَ بِمَشْرُوْعٍ

Artinya: “Sudah menjadi tradisi bagi kita berkumpul untuk menghidupkan berbagai momentum bersejarah, seperti halnya maulid nabi, peringatan isra mi’raj, malam nishfu sya’ban, tahun baru hijriyah, nuzulul qur’an dan peringatan perang Badar.

Menurut pandanganku, peringatan-peringatan seperti ini merupakan bagian daripada tradisi, yang tidak terdapat korelasinya dengan agama, sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang disyariatkan ataupun disunahkan.

Kendati demikian, juga tidak berseberangan dengan dasar-dasar agama, sebab yang justru mengkhawatirkan ialah timbulnya keyakinan terhadap disyariatkannya sesuatu yang tidak disyariatkan.” [Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahihah, [Surabaya: As-Shafwah Al-Malikiyyah], halaman 337-338.

Dapat disimpulkan, Berdasarkan dua referensi di atas, bahwa perayaan tahun baru dalam perspektif Islam termasuk dalam kategori adat atau tradisi yang tidak berkaitan langsung dengan ajaran agama.

Oleh karena itu, seorang Muslim diperbolehkan merayakan pergantian tahun baru, asalkan tidak disertai dengan perbuatan maksiat.

Namun demikian, sebaiknya kita memaknai pergantian tahun baru ini sebagai momen untuk melakukan evaluasi diri, agar dapat lebih maksimal dalam beribadah di masa depan dengan penuh rasa syukur.

Selain itu, hal yang tak kalah penting adalah memohon kepada Allah SWT, agar diberikan kekuatan untuk terus menjalankan kebaikan dan ketaatan, serta dijauhkan dari segala bahaya.

Wallahu’alam bisshawab.

Baca juga: Bacaan doa awal tahun lengkap bahasa Arab, Latin dan artinya

Baca juga: Bacaan doa akhir tahun lengkap bahasa Arab, Latin, dan artinya

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2024

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |