Gen Z Bangladesh Kesulitan Ubah Revolusi Jadi Kekuatan Politik

4 hours ago 4

Harianjogja.com, JOGJA—Setelah menggulingkan Sheikh Hasina pada 2024, Generasi Z Bangladesh kini berjuang mengubah momentum revolusi menjadi kekuatan politik nyata. Namun partai baru mereka, NCP, masih tertinggal jauh dalam elektabilitas menjelang Pemilu 2026.

Ketua NCP, Nahid Islam (27), mengakui partainya kesulitan bersaing karena waktu yang terbatas untuk membangun infrastruktur politik.

"Kami menyadari hal ini, tetapi kami tetap menerima tantangannya," ujarnya, dikutip dari Reuters.

Nahid sendiri adalah figur yang menonjol dalam protes anti-pemerintah tahun lalu dan pernah menjabat dalam pemerintahan sementara di bawah pimpinan penerima Nobel, Muhammad Yunus.

Dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan International Republican Institute pada Desember, NCP hanya memperoleh dukungan 6%, menempati posisi ketiga. Elektabilitasnya jauh di belakang Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) pimpinan mantan Perdana Menteri Khaleda Zia yang memimpin dengan 30%, serta Jamaat-e-Islami yang berada di posisi kedua dengan 26%.

Banyak pendukung awal yang mulai kecewa. Prapti Taposhi (25), yang turut membantu memimpin pemberontakan, mengungkapkan kekecewaannya. "Mereka mengaku beraliran tengah, tapi tindakan mereka tidak sesuai dengan itu. Mereka ragu untuk mengambil posisi pada isu-isu penting, baik itu hak-hak minoritas maupun hak-hak perempuan, dan ketika mereka melakukannya, sudah terlambat," ujarnya.

Para pemimpin NCP menyadari bahwa persaingan yang sulit ini disebabkan oleh struktur dan dana yang terbatas, serta posisi mereka terhadap isu-isu kunci seperti hak perempuan dan minoritas yang dianggap kurang jelas. Mereka menilai akan sangat sulit memenangkan satu kursi pun jika berdiri sendiri.

Namun, analis politik Altaf Parvez dari Dhaka memperingatkan bahwa membangun aliansi justru berisiko menghilangkan citra revolusioner partai. "Jika mereka bersekutu, publik tidak akan lagi melihat mereka sebagai kekuatan tersendiri di luar Liga Awami, BNP, dan Jamaat," katanya.

Meski pemberontakan tahun lalu sempat menyatukan mahasiswa lintas partai, sebagian besar kini telah kembali ke kelompok masing-masing. NCP saat ini hanya mengandalkan iuran dari anggota yang bekerja serta penggalangan dana mandiri untuk melanjutkan kampanye.

Di tengah keterbatasan, NCP masih berupaya menarik simpati dengan pendekatan yang berbeda. Mereka pernah meluncurkan pencarian kandidat dengan mewawancarai lebih dari 1.000 pelamar dari kalangan warga biasa selama dua hari pada November lalu. Proses tersebut menjangkau berbagai profesi, termasuk seorang penarik becak yang mengambil cuti kerja untuk mendaftar.

"Beberapa orang mungkin berpikir seorang penarik becak tidak punya apa-apa untuk ditawarkan di parlemen," kata Mohammad Sujan Khan (32). Sementara itu, seorang dokter rela meninggalkan karier suksesnya di Cambridge untuk bergabung dengan NCP. "Kami ingin membuka politik, tidak membatasinya pada keluarga berkuasa, dan mengembalikan kekuasaan kepada orang-orang biasa," tutur Tasnim Jara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |