Harianjogja.com, JOGJA— Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2026 dalam kisaran 4,9%–5,7% (year-on-year/yoy), sementara inflasi akan tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5% plus minus 1%.
Sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta, Y. Sri Susilo mengatakan BI selalu punya target yang optimis, sementara ia berpandangan 4,9% adalah angka pesimis, 5,1% angka moderat, dan 5,3% adalah angka optimis.
Susilo menyebut lebih condong ke angka moderat, dengan pertimbangan kondisi ekonomi global di 2026 yang belum berubah, tercermin dari kebijakan suku bunga The Fed, kebijakan Presiden AS, Donald Trump yang belum banyak berubah, dan masalah di Timur Tengah yang belum terselesaikan.
"Perekonomian dunia memang belum stabil, artinya tidak banyak perbedaan kondisi ekonomi global 2025 dan 2026,"ujarnya, Selasa (2/12/2025).
Ia menjelaskan kondisi ekonomi global yang belum berubah berdampak pada kondisi ekonomi nasional. Oleh karena itu menurutnya yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah fokus ke faktor-faktor pengungkit pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi masyarakat.
Kemudian, kata dia mendorong investasi karena Indonesia masih punya daya tarik seperti pasar besar, bahan baku, dan upah yang kompetitif. Akan tetapi menurutnya ada kendala dalam mendorong investasi di antaranya sistem birokrasi yang belum mendukung terkait perizinan hingga luas lahan, khususnya di DIY.
Lebih lanjut dia memperkirakan pemerintah tahun depan masih akan berhemat karena mencicil utang baik pokok dan bunganya yang masih cukup besar di 2026. Susilo mengatakan kebijakan efisiensi kemungkinan masih akan berlanjut karena pemerintah fokus pada Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih (KMP).
"DIY jalan tol masih berjalan, artinya ini berkah limpahan ekonomi. Harapannya masih di atas nasional 5,3% - 5,5% DIY bisa sampai," jelasnya.
Sementara mengenai target inflasi di 2,5% plus minus 1% menurutnya optimis tercapai. Alasannya menurut Susilo penyebab inflasi di Indonesia adalah terkait dengan pasokan barang, jika pasokan lancar inflasi akan terjaga.
"Saat ini mungkin naik di daerah-daerah banjir. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sekarang kenceng, Mendagri kontrol betul. Jika pasokan lancar [target ini] masuk akal," lanjut.
Badan Pusat Statistik (BPS) DIY mencatat ekonomi DIY triwulan III 2025 tumbuh 5,40% yoy tertinggi di Pulau Jawa. Disusul Jawa Tengah 5,37%, Banten 5,29%, Jawa Timur 5,22%, Jawa Barat 5,20%. Sementara DKI Jakarta 4,96%, menjadi satu-satunya provinsi di Pulau Jawa yang tumbuh di bawah 5%.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, Tri Saktiyana menyampaikan apresiasi atas capaian pertumbuhan ekonomi DIY yang tinggi pada triwulan III 2025. Namun demikian, menurutnya risiko inflasi pangan perlu terus diwaspadai.
"Cermati ketersediaan pasokan untuk memenuhi kebutuhan pangan DIY yang tetap terjaga," ujarnya. (**)


















































