Buruh di Gunungkidul Minta Kenaikan Upah 8,5 Persen, Ini Alasannya

7 hours ago 1

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Pembahasan Upah Minim Kabupaten (UMK) Gunungkidul 2026 masih dalam tahap awal. Meski demikian, serikat pekerja meminta ada kenaikan sekitar 8,5% dari upah yang berlaku saat ini.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Gunungkidul, Budiyana mengatakan, sudah ada pertemuan dalam rapat dewan pengupahan untuk pembahasan UMK 2026. Meski demikian, pertemuan masih tahap awal karena akan ada koordinasi lanjutan hingga besarannya akan ditetapkan.

“Intinya kami siap hadir dalam proses pembahasan UMK 2026,” kata Budiyana saat dihubungi Minggu (26/10/2025).

Meski belum ada pembahasan yang mengerucut tentang besaran upah, namun ia memastikan akan terus berupaya memperjuangkan agar kesejahteraan buruh bisa ditingkatkan. Salah satu tolok ukur dari kesejahteraan ini adalah adanya pemberian upah yang layak.

Menurut dia, sudah menyiapkan skema agar para pekerja mendapatkan upah yang layak. Salah satunya akan mengusulkan kenaikan sebesar 8,5% dari upah yang berlaku sekarang.

Adapun UMK yang berlaku saat ini sebesar Rp2,3 juta. Budiyana mengakui bahwa kenaikan merupaka hal yang wajar karena harga-harga kebutuhan pokok di pasaran meningkat. Oleh karena itu, diharapkan adanya peningkatan upah sesuai dengan usulan dari pekerja.

“Tentu kami akan memperjuangkannya. Yang jelas, sikap kami pasti akan disampaikan dalam rapat dewan pengupahan untuk membahas UMK,” katanya.

Terpisah, Kepala Bidang Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian Koperasi UKM dan Tenaga Kerja Gunungkidul, Nanang Putranto belum bisa memberikan memberikan tanggapan yang banyak berkaitan dengan UMK. Pasalnya, koordinasi yang dikomandoi dewan pengupahan baru dilaksanakan sekali dan belum mengerucut ke penentuan besaran upah.

“Masih rapat awal. Sedangkan, untuk rapat lanjutan masih menunggu koordinasi dengan Pemerintah DIY,” kata Nanang.

Menurut dia, penetapan juga masih menunggu instruksi dari Pemerintah Pusat. Pasalnya, penetapan tidak lagi mengacu pada survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sehingga kegiatan ini ditiadakan.

“Nanti ada aturan yang dijadikan dasar untuk penetapan upah. Tapi, hingga sekarang, kami masih menunggu petunjuk teknis untuk dijadikan pedoman didalam pembahasan,” katanya.

Nanang menambahkan, secara prinsip, baik asosiasi pengusaha maupun serikat pekerja berkomitmen untuk penetapan UMK dengan mengdepankan prinsip musyawarah mufakat. “Tentunya nanti besaran yang ditetapkan juga mengacu prinsip berkeadilan bagi semua pihak,” imbuh Nanang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |