ATR/BPN Ungkap Capaian Satgas Mafia Tanah 2025

1 hour ago 1

ATR/BPN Ungkap Capaian Satgas Mafia Tanah 2025 Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (PSKP) Kementerian ATR - BPN, Iljas Tedjo Prijono.

JAKARTA—Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (PSKP) Kementerian ATR/BPN, Iljas Tedjo Prijono, menegaskan bahwa penyelesaian konflik pertanahan di Indonesia membutuhkan pendekatan terpadu lintas lembaga. Kompleksitas kasus yang muncul, menurutnya, tak bisa diselesaikan secara sektoral.

“Kita bersama dengan Kejaksaan dan Kepolisian sejak 2018 membentuk Satgas Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan. Tujuannya untuk mengelaborasi dan memberi efek jera kepada para mafia tanah,” ujar Iljas Tedjo Prijono saat memberikan pengarahan dalam Rakernas Kementerian ATR/BPN 2025 di Jakarta, Senin (8/12/2025).

Ia menjelaskan, penguatan kerja sama dilakukan melalui nota kesepahaman (MoU) antara ketiga lembaga tersebut. Kolaborasi itu menjadi dasar penindakan terpadu dalam menekan kejahatan pertanahan.

Sepanjang 2025, Satgas tercatat menyelesaikan 90 kasus dari target 65 kasus. Sebanyak 185 tersangka ditetapkan, sementara potensi kerugian negara lebih dari Rp23 triliun berhasil diselamatkan. “Ini angka yang luar biasa. Kita mampu menyelamatkan potensi kerugian lebih dari Rp23 triliun,” jelasnya.

Iljas menilai capaian itu tak lepas dari sinergi erat antar lembaga penegak hukum. Tanpa kolaborasi, katanya, potensi peningkatan tindak pidana pertanahan akan semakin besar.

Dalam paparannya, ia turut membeberkan berbagai modus mafia tanah yang masih marak ditemukan. Di antaranya pemalsuan dokumen, kolusi dan konspirasi, manipulasi proses hukum, hingga penguasaan lahan secara ilegal melalui intimidasi. Beragam pola tersebut harus diidentifikasi sejak awal agar proses penanganan berlangsung cepat dan tepat sasaran.

Di hadapan 471 peserta Rakernas, Iljas juga merespons paparan teknis para Dirjen lain, termasuk soal keselarasan antara target penyelesaian dan capaian faktual di lapangan. Ia menekankan bahwa penyelesaian persoalan pertanahan tidak hanya dilihat dari jumlah kasus, tetapi juga kualitas penyelesaiannya.

Ia mengingatkan jajaran untuk berhati-hati menerbitkan produk hukum pertanahan karena dapat menimbulkan konsekuensi administratif maupun hukum di kemudian hari. “Barang bukti bisa terbuka kapan saja. Bisa saat kita menjabat, bisa setelah pensiun,” ucapnya. (Advertorial)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |