Foto ilustrasi chat menggunakan artificial inteligence atau AI. / Freepik
Harianjogja.com, JOGJA— Teknologi kecerdasan buatan (AI) dinilai menjadi sumber risiko baru bagi ekonomi global pada 2026.
Mitra Pengelola di hedge fund Balyasny Asset Management, Dmitry Balyasny menyebut perlambatan permintaan hingga perkembangan AI yang terlalu cepat sama-sama bisa memicu gejolak pasar dan tekanan pada tenaga kerja.
Jika permintaan ternyata lesu, perusahaan-perusahaan besar tersebut mungkin akan mengubah rencana pengeluaran karena tidak mencapai tingkat monetisasi yang diharapkan. Kondisi ini bisa menjadi kejutan negatif yang merugikan pasar.
Di sisi lain, percepatan perkembangan AI yang melampaui prediksi juga dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi masyarakat luas. Salah satunya adalah potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran dan peningkatan angka pengangguran. Perkembangan yang terlalu cepat dapat membuat tenaga kerja kewalahan untuk beradaptasi dan mengambil peluang baru yang dihadirkan oleh AI.
Pernyataan ini disampaikan Balyasny dalam sebuah diskusi di Abu Dhabi Finance Week, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (10/12). Ia menegaskan bahwa kedua skenario ekstrem tersebut berpotensi menciptakan ketidakstabilan. "Namun, saya rasa arahnya lebih condong ke pertumbuhan yang berkelanjutan," ujarnya, memberikan sedikit optimisme di tengah ketidakpastian.
Sebagai informasi, Balyasny Asset Management merupakan pengelola dana lindung nilai (hedge fund) yang mengatur aset senilai US$31 miliar atau setara Rp517 triliun. Pandangan dari firma sekelas ini sering dijadikan acuan dalam membaca arah pasar dan tren teknologi global, termasuk dalam menganalisis dampak ekonomi dari perkembangan AI ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































