Siswa Kelas 2 SDN Sinduadi Timur, Dhamar dan Bilal, sedang sedang menikmati makanan program Makan Bergizi Gratis yang digelar di Kalurahan Sinduadi, Depok, Sleman, Senin (13/1/2025). - Harian Jogja - Andreas Yuda Pramono
Harianjogja.com, JOGJA—Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di DIY terus dievaluasi. Beberapa kendala dan kekurangan di lapangan perlu dikomunikasikan dan menjadi masukan, termasuk tentang bertambahnya beban kerja tenaga pendidikan atau guru di sekolah.
Sekda DIY Beny Suharsono, menjelaskan pelaksanaan MBG di DIY saat ini masih dalam tahap uji coba, sehingga wajar jika masih banyak ditemukan kendala di lapangan. “Sekarang kan baru uji coba, pasti banyak yang harus dievaluasi,” ujarnya, Selasa (6/5/2025).
BACA JUGA: Serapan Anggaran MBG Capai Rp2,38 Triliun
Salah satu keluhan yang muncul dari sekolah sebelumnya adalah bertambahnya beban tenaga pendidik di sekolah karena harus mengurusi MBG. Terkait hal ini, Beny menegaskan agar guru tidak terbebani dengan pelaksanaan MBG.
“Tugas guru kan dari awal murni melaksanakan tugas edukasi. Kalau diberi tambahan mestinya ada secretariat yang membantu tugas guru dan kepala sekolah. Walaupun bisa membantu, tapi kalau jadi berubah fungsi untuk mengelola MBG, harus jadi bahan evaluasi,” katanya.
Menurutnya, guru bisa membantu dalam batasan tertentu, sepanjang tidak mengganggu tugas utamanya sebagai pengajar. “Paling tidak ngaruhke sudah terbagi lengkap atau belum, itu bagian dari proses pendidikan. Tapi kalau harus mengambil dari catering bukan tugasnya,” paparnya.
Sekolah maupun dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diminta untuk lebih komunikatif untuk menyampaikan kendala atau kekurangan yang terjadi di lapangan. “Kalau menerima dampak dan harus terus dipendam kasihan siswanya dan tenaga pendidiknya,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY, Suhirman, menuturkan pendistribusian dan pengembalian paket MBG bisa disiasati agar tidak terlalu membebani tenaga pendidik. “Karena setiap hari seperti itu, tapi kami kondisikan agar bisa tetap berjalan,” kata dia.
Ia juga menyarankan sekolah untuk menerapkan sistem piket dalam pelaksanaan MBG agar bebannya tidak menumpuk di beberapa orang tertentu saja. “Sekolah kan punya beberapa tenaga selain guru. Bisa dimaksimalkan tenaga-tenaga yang lain, mungkin ada piket,” ujarnya.
Untuk sekolah yang sudah berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), ia mengakui konsekuensi pelaksanaan MBG mengurangi pendapatan sekolah. “Ada konsekuensi itu, sehingga harus sama-sama mengerti sekolah ada program dari pemerintah,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News