Penelitian: Makanan Ultra Proses Bisa Memicu 32 Penyakit

3 hours ago 2

 Makanan Ultra Proses Bisa Memicu 32 Penyakit Foto ilustrasi makanan cepat saji. / Freepik

Harianjogja.com, JOGJA—The British Medical Journal (BMJ) salah satu jurnal medis paling bergengsi yang sudah terbit sejak 1840 menyebut bahwa makanan ultra proses bisa memicu hingga 32 masalah kesehatan.

Jurnal ini menyebut konsumsi makanan ultra proses di beberapa negara berpenghasilan tinggi bisa mencapai 58% dari total asupan energi harian. Konsumsi makanan ultra proses juga meningkat pesat di banyak negara berpenghasilan rendah hingga menengah di beberapa dekade terakhir.

Makanan ultra proses kini menjadi bagian besar dari pola makan banyak orang di seluruh dunia. Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa konsumsi makanan ini berhubungan erat dengan berbagai dampak kesehatan yang merugikan.

Di banyak studi dan meta-analisis sebelumnya sudah mengaitkan makanan olahan tinggi pada kesehatan yang buruk. Namun belum ada tinjauan komprehensif yang memberikan penilaian secara luas terhadap bukti dibidang ini.

Dalam rangka menjembatani kesenjangan ini para peneliti melakukan tinjuan menyeluruh terhadap 45 meta-analisis gabungan yang berbeda dari 14 artikel tinjauan yang mengaitkan makanan ultra proses dengan dampak kesehatan yang merugikan.

"Semua artikel tinjauan ini diterbitkan dalam 3 tahun terakhir dan melibatkan hampir 10 juta partisipan, tanpa didanai oleh perusahaan yang terlibat dalam produksi makanan ultra proses," tulis Jurnal ini.

Estimasi paparan makanan ultra proses ini didapatkan melalui kombinasi kuesioner seperti tentang frekuensi makanan, pola makan selama 24 jam, riwayat pola makan, mengukur konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan yang lebih rendah, porsi tambahan setiap hari, atau peningkatan konsumsi hingga 10%.

Secara keseluruhan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa paparan yang lebih tinggi pada makanan ultra proses secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan risiko 32 masalah kesehatan yang merugikan. Asupan makanan ultra proses yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian terkait penyakit kardiovaskular sekitar 50%, risiko kecemasan dan gangguan mental umum 48-53% lebih tinggi, dan risiko diabetes tipe 2 12% lebih tinggi.

Bukti yang sangat sugestif juga menunjukkan asupan makanan ultra proses yang lebih tinggi dikaitkan dengan risiko kematian akibat berbagai sebab sebesar 21% lebih tinggi, peningkatan risiko kematian terkait penyakit jantung, obesitas, diabetes tipe 2, dan masalah tidur sebesar 40-66%, serta peningkatan risiko depresi sebesar 22%.

"Bukti hubungan antara makanan ultra proses dengan asma, kesehatan gastrointestinal, beberapa jenis kanker, dan faktor risiko kardiometabolik, seperti lemak darah tinggi dan kadar kolesterol baik masih terbatas."

Peneliti menyebut tinjauan ini hanya bisa memberikan gambaran pada tingkat konsumsi yang tinggi, tapi tidak bisa mengesampingkan kemungkinan adanya faktor lain yang tidak terukur, serta variasi dalam menilai asupan makanan ultra proses, bisa saja turut berpengaruh pada hasil.

Mereka menyebut penggunaan metode sistemis yang ketat dan telah ditentukan sebelumnya untuk mengevaluasi kredibilitas dan kualitas analisis menunjukkan bahwa hasilnya kuat terhadap pengujian ketat.

"Temuan ini mendukung penelitian mekanistik yang mendesak, serta tindakan kesehatan masyarakat yang berupaya meminimalkan konsumsi makanan ultra proses demi peningkatan kesehatan," saran peneliti.

Para peneliti menyerukan perlunya tindakan global yang sistematis dan terkoordinasi untuk mengatasi makanan ultra proses. Mencakup label di bagian depan kemasan, pembatasan iklan, dan pelarangan penjualan di dalam atau di dekat sekolah, dan rumah sakit.

Kemudian langkah-langkah fiskal dan langkah-langkah lain yang bisa membuat makanan yang tidak diolah atau diolah dengan proses yang minimal bisa diakses dan lebih murah dari makanan ultra proses.

"Makanan ultra proses merusak kesehatan dan memperpendek usia," kata para peneliti.

Kemudian, para peneliti juga meminta kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara anggota mengembangkan dan menerapkan konvensi kerangka kerja internasional mengenai makanan ultra proses, kurang lebih mirip dengan kerangka kerja pengendalian tembakau.

Mereka mengatakan investigasi multidisiplin diperlukan untuk mengidentifikasi cara-cara paling efektif untuk mengendalikan dan mengurangi makanan ultra proses serta untuk mengukur dan melacak biaya-manfaatnya.

Anak-anak Bisa Mengalami Obesitas

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menjelaskan konsumsi makanan ultra proses secara berlebihan bisa memicu masalah kesehatan pada anak.

Menurutnya makanan ultra proses biasanya mengandung kadar gula, garam, dan lemak tinggi. Dia menjelaskan ini bisa membuat anak menjadi kecanduan karena rasanya lebih lezat dibandingkan dengan makanan tanpa proses pengolahan ultra, sehingga konsumsinya bisa lebih banyak dari yang dibutuhkan.

Kondisi ini, katanya, berbahaya bagi anak-anak karena bisa akan terjadi over nutrisi. Ia mengatakan begitu over nutrisi anak-anak bisa obesitas, sindrom metabolik, sehingga meskipun masih anak-anak sudah mengidap hipertensi, diabetes tipe 2, dislipidemia, dan seterusnya.

Piprim Basarah menjelaskan anak-anak yang mengkonsumsi makanan ultra proses secara terus menerus berisiko terkena masalah kesehatan kronik yang bisa berlanjut sampai mereka dewasa.

"Hampir 80%-90% anak yang diabetes itu tipe 2 disertai dengan obesitas. Selain itu, penyakit lain seperti hipertensi itu juga mulai banyak, kemudian juga disertai diabetes, juga anak-anak yang perlemakan liver itu juga karena over nutrisi," ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan makanan ultra proses rasanya sangat lezat, sehingga bisa membuat anak-anak kecanduan. Piprim mengatakan makanan ultra bisa dikonsumsi anak asal sesuai dengan indikasi medis dan petunjuk dokter.

Dia menjelaskan makanan olahan yang bisa dikonsumsi anak-anak antara lain makanan olahan dengan zat gizi tambahan dan susu formula untuk anak dengan gizi kurang. Prinsipnya, kata dia, anak-anak itu harus diberi kalori cukup untuk perkembangannya. Pada kasus lain, jelas Pimprim, anak-anak gizi buruk memang butuh tambahan asupan kalori.

"Pada anak dengan kondisi khusus, misalnya anak alergi, dia butuh ultra processed food berupa susu khusus yang ditetapkan oleh dokter," katanya.

Ancaman Kesehatan Global

Organisasi Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) melaporkan 1 dari 10 anak atau sekitar 188 juta anak usia sekolah dan remaja di dunia mengalami obesitas. Angka obesitas pada anak melampaui masalah kekurangan berat badan dalam kondisi malnutrisi.

Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Lily Arsanti Lestari mengatakan bukti ilmiah menyebutkan adanya hubungan erat antara makanan ultra proses dengan obesitas, penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, hingga kanker.

Menurutnya efek ini dimediasi oleh mekanisme biologis kompleks, termasuk peradangan kronis, gangguan metabolisme, hingga perubahan mikrobiota usus. Ia menyebut ada tantangan besar kedepan dan diperlukan metode penelitian yang lebih standar serta kebijakan publik yang tegas.

"Seperti penerapan cukai dan intervensi multi-level untuk mengurangi konsumsi makanan ultra proses," ucapnya.

Senada, Ketua Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Giyatmi menjelaskan teknologi pengolahan makanan ultra proses merupakan hasil inovasi teknologi pangan yang bermanfaat untuk meningkatkan ketersediaan, keamanan, serta umur simpan produk.

Akan tetapi, kata dia, makanan ultra proses kerap dituding sebagai penyebab obesitas, diabetes, dan penurunan kualitas gizi. "Kontroversi inilah yang penting kita bahas bersama antar peneliti dan akademisi dan pemangku kepentingan," ucapnya.

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Sri Raharjo menjelaskan makanan ultra proses merupakan formulasi industri dengan lebih dari lima bahan, termasuk aditif seperti protein terhidrolisis, pati termodifikasi, hingga minyak terhidrogenasi.

Menurutnya tujuan utama makanan ultra proses adalah menciptakan produk praktis, menguntungkan, dan hyper-palatable yang bisa menggantikan pangan segar. Ia mengatakan terkait dampak buruk yang ditimbulkan pada kesehatan yang sering dipermasalahkan, menegaskan pentingnya menggeser fokus dari proses ke tujuan dan hasil. "Serta mendorong industri pangan untuk lebih proaktif melibatkan publik dalam isu ini."

Dari sisi industri, CEO Pachira Group Mukhlis Bahrainy menyoroti teknologi yang saat ini berkembang di sektor makanan ultra proses. Dia mencontohkan penggunaan modified protein yang menghasilkan tekstur creamy sekaligus rendah lemak, sehingga bermanfaat bagi industri makanan dan minuman.

Dia menyampaikan makanan yang dikonsumsi tidak selalu buruk hanya karena masuk kategori makanan ultra proses, begitu juga makanan non ultra proses tidak otomatis baik.

"Yang terpenting adalah kecerdasan konsumen dalam memilih dan mengkonsumsinya sesuai kebutuhan tubuh," jelasnya.

Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Dwiana Andayani menjelaskan pentingnya penguatan regulasi serta peluang inovasi produk olahan rendah gula dan berbasis bahan alami, misalnya tren produk seperti minuman sari nabati tanpa pemanis, protein bar rendah gula, roti gandum tanpa tambahan gula, hingga yoghurt rendah lemak.

"Peluang inovasi produk sehat semakin terbuka seiring meningkatnya kesadaran konsumen akan gaya hidup sehat."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |