Pemda DIY Giatkan Restorasi Sosial Cegah Disrupsi Nilai-nilai Kesetiakawanan Sosial

1 day ago 7

Pemda DIY Giatkan Restorasi Sosial Cegah Disrupsi Nilai-nilai Kesetiakawanan Sosial Dinas Sosial (Dinsos) DIY menggelar Sarasehan Penguatan Nilai-nilai Kesetiakawanan Sosial Melalui Restorasi Sosial di Kantor Kalurahan Condongcatur, Depok, Sleman, Selasa (10/6/2025). Restorasi sosial penting dilakukan untuk mencegah disrupsi nilai-nilai sosial berbasis Budaya Jawa - Yogyakarta.. - Ist

SLEMAN--Dinas Sosial (Dinsos) DIY menggelar Sarasehan Penguatan Nilai-nilai Kesetiakawanan Sosial Melalui Restorasi Sosial di Kantor Kalurahan Condongcatur, Depok, Sleman, Selasa (10/6/2025). Restorasi sosial penting dilakukan untuk mencegah disrupsi nilai-nilai sosial berbasis Budaya Jawa - Yogyakarta.

Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinsos DIY, Tri Susilastuti, mengatakan budaya kegotongroyongan di masyarakat mulai luntur. Padahal, gotong royong sangat lekat dengan budaya Jawa. Hal ini menjadi salah satu dasar untuk melakukan restorasi sosial.

“Kegiatan restorasi sosial ini mengajak kembali untuk melihat kembali nilai-nilai luhur budaya Jawa yang masih relevan di tengah zaman serba digital,” kata Tri ditemui di Kantor Kalurahan Condongcatur, Selasa (10/6/2025).

Menurut Tri, penguatan nilai-nilai sosial budaya Jawa juga dapat menjadi cara mewujudkan kesejahteraan sosial. Adapun kegiatan restorasi sosial tersebut merupakan putaran pertama. Dalam setahun, Dinsos akan menggelar restorasi sosial di 50 lokasi.

Narasumber Restorasi Sosial, Profesor Suwarna Dwijo Nagara, mengatakan tiga bentuk kebudayaan yang dapat menjadi landasasan mengembangkan program restorasi sosial yaitu budaya pikir, budaya tindak, dan budaya material.

Dia memberi contoh sebuah wayang yang mengandung tiga bentuk kebudayaan tersebut. Prinsip hidup mengenai pihak yang benar akan mengalahkan yang kalah merupakan wujud budaya pikir, lalu ketika wayang dimainkan menjadi budaya tindak, dan wujud wayang itu sendiri adalah budaya material.

“Tiga wujud kebdudayaan itu satu kesatuan dan kalau bisa diamalkan bisa jadi jalmo kang utomo. Dengan begitu masalah sosial bisa direduksi,” kata Suwarna.

BACA JUGA: Disbud DIY Peringati Peristiwa Jogja Kembali, Refleksi Kembalinya Kedaulatan Negara

Suwarno menambahkan masalah sosial yang sejak dahulu kala telah ada di tengah masyarakat, kini bertransformasi dengan bentuknya yang lain mengikuti perkembangan zaman. Dia memberi contoh falsafah mohlimo. Moh artinya tidak mau dan limo artinya perkara lima. Lima tersebut yaitu moh main/ judi, moh ngumbih/ mabuk, moh madat/ mengisap candu, moh malingi mencuri, dan moh madon/ berzina.

“Kemasan masalah sosial berbeda. Medok sebagai contoh, prostitusi sekarang bisa lewat digital. Ini tidak bisa dihindari, hanya bisa direduksi. Semakin maju zaman, kompleksitas budaya manusia semakin kompleks juga dan ekses-eksesnya,” katanya.

Sebab itulah, kata dia perlu ada kegiatan restorasi sosial. Perlu ada kegiatan yang kolaboratif sebagaimana dilakukan Dinsos, Dinas Kebudayaan, dan Dewan Pendidikan.

“Ada kebijakan Ngarso Dalem, istilahnya Jogja Renaissance dengan core value, praxis value, dan instrumental value. Ini digulirkan Ngarso Dalem karena ada gejala masyarakat mulai meninggalkan budaya Jawa,” ucapnya.

Kamituwa Kalurahan Condongcatur, Al Thouvik Sofisalam, mengatakan budaya gotong royong mulai luntur di Condongcatur. Condongcatur telah berubah menjadi wilayah urban. Karakter penduduk di wilayah ini yang cenderung individualistis mengurangi intensistas interaksi antarwarga.

“Banyak pendatang di Condongcatur. Budaya asli dan bawaan dari pendatang saling bersinggungan. Warga yang full bekerja juga akhirnya jarang ketemu warga lain,” kata Thouvik.

Thouvik mengaku Pemerintah Kalurahan Condongcatur telah mengalokasikan anggaran kebudayaan guna melakuka restorasi sosial. Ada rumah gamelan dengan tiga paguyuban yang berlatih rutin. Ada juga seni jathilan, kethoprak, dan religi tradisional.

“Kami akan mendata kesenian di Condongcatur juga. Kami mau konsentrasi pengembangannya. Kami mau membentuk Kelompok Kerja Budaya lah. Kami akan menindaklanjuti hasil dari sarasehan restorasi sosial ini,” katanya.

Anggota Komisi A DPRD DIY, Sofyan Setyo Darmawan, mengatakan DPRD DIY terus mengupayakan sosialisasi dan implementasi dari Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta.

Dalam Perda tersebut, kata dia ada empat belas tata nilai budaya Yogyakarta yang menjadi landasan dapat setiap pengembangan kebudayaan di DIY. Salah satu poin yang dapat Komisi A DPRD DIY dorong adalah tata nilai kepemimpinan dan pemerintahan.

“Pemerintahan perlu dikuatkan. Pemimpinan juga perlu mengedepankan pendekatan momong - melayani,” kata Sofyan.

Sebab itu, ada perangkat desa di DIY disebut pamong. Seorang pamong perlu merawat, melayani, dan menghidupi warganya. Apabila tiga hal tersebut dapt dilakukan secara baik maka masyarakat dapat sejahtera. Kesejahteraan akan berhilir pada penguatan nilai-nilai kesetiakawanan sosial. (***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |