Harimau Jawa Tidak Mungkin Masih Ada Saat Ini, Begini Penjelasan Ahli

1 day ago 7

Harianjogja.com, BANDUNG— Harimau jawa dengan nama Panthera tigris sondaica tidak mungkin masih ada dengan kondisi ekologis saat ini. Demikian dikatakan Anggota Majelis Perwalian Amanah Forum Konservasi Macan Tutul jawa (Formata) Hariyo T Wibisono.

"Tidak, tidak ada. Dia kan secara ekologis enggak mungkin, gak mungkin ada. Jawa ini hutannya sudah terlalu sempit (untuk Harimau jawa)," kata Hariyo di Bandung, Kamis (17/4/2025), terkait banyak laporan penampakan satwa yang dinyatakan punah sekitar 1980-an itu.

Satu ekor harimau, kata Hariyo, membutuhkan ruang hidup 40 sampai 300 kilometer persegi, sehingga di Pulau Jawa tidak mungkin lagi untuk menjadi habitat Harimau jawa.

Direktur Save Indonesian Nature & Threatened Species (Sintas) Indonesia yang ditemui saat acara diskusi Foksi di Bogor, Jawa Barat, mengatakan pihaknya telah memasang banyak kamera jebak, namun tidak pernah ada video yang menunjukkan satwa tersebut di alam liar.

"Kalau ada dan laporan tersebut benar, kenapa tidak ada satupun yang dapat. Kalaupun ada itu pasti kelihatan," ucapnya.

Dia menyebutkan di Taman Nasional Ujung Kulon saja, hampir 60 persen tercover oleh kamera jebak yang dipasang pihaknya selama lima tahun, namun tidak pernah terlihat sosok satwa penguasa hutan Jawa ini satupun.

Hal ini semakin meyakinkannya bahwa sudah tidak ada lagi harimau jawa hidup di belantara Pulau Jawa, terlebih taman nasional lain juga tidak mendukung untuk habitat harimau jawa, bahkan cenderung lebih sempit.

BACA JUGA: Ini yang Bikin BKSDA Jogja Ragu Soal Jejak Diduga Macan di Gunungkidul

"Itu kita cover 60 persen. Kemudian dikatakan Alas Purwo, Baluran itu juga enggak mungkin, lebih sempit. Banyak tempat yang sudah dipasang kamera itu kalau ada pasti ada," ucapnya.

Untuk jejak-jejak yang bisa menjadi acuan terkait keberadaan satwa tersebut, menurut dia harus ada lebih dari satu, semisal scent marking (tanda bau) dari air seni dan feses baik di tanah atau pohon, kemudian scrap mark (tanda cakaran) di pohon atau batu.

"Harimau atau macan tutul itu enggak mungkin meninggalkan single sign atau tanda tunggal. Setidaknya kalau ketemu kita cari di daerah sekitarnya misal 1-2 km persegi, itu pasti ada tanda yang lain, tanda penuh, enggak mungkin hanya satu. Masa dia meninggalkan bulu kemudian terbang," ucapnya.

Soal penemuan jejak atau tanda yang muncul selama ini tidak terkonfirmasi merupakan satwa Harimau jawa namun kebanyakan merupakan Macan Tutul jawa.

"Terlalu banyak informasi seperti itu. Ketika ada informasi kita langsung cek ternyata macan tutul, gak ada satupun yang cukup kuat, ada misalnya video ternyata duplikasi dari tempat lain. Jadi terlalu banyak bukti yang tidak terbukti. Kecuali yang terakhir ada genetik," tuturnya.

Terkait temuan genetik tersebut yang berasal dari sehelai bulu di wilayah Desa Cipendeuy, Kabupaten Sukabumi pada 2019 lalu, dirinya meyakini tidak terkonfirmasi sebagai Harimau jawa, meski dilaporkan ada jejak kaki dan cakaran di dekat lokasi itu.

"Sejauh ini temuan-temuan yang dilaporkan tidak terkonfirmasi. Yang genetik itu juga kalau lihat adalah informasi awal dan laporannya tidak dalam bentuk full paper. Kalau baca laporannya itu hasilnya mempertanyakan yaitu 'apakah Harimau jawa masih ada di alam atau tidak, itu perlu penelusuran lebih lanjut' artinya tulisan itu sendiri tidak mengkonfirmasi," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |