Ilustrasi. - Antarafoto
Harianjogja.com, KULONPROGO—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memberikan catatan penting dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kulonprogo tahun 2024.
Dalam laporan yang dirilis 2025 ini ditemui ada LKPD Kulonprogo yang harus menjadi perhatian Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD). Pasalnya dalam laporan tersebut didapati sebanyak 557 objek reklame tidak memiliki izin penyelenggaraan, dan 165 di antaranya belum dikenakan pajak reklame.
BACA JUGA: Target Pajak Reklame di Kulonprogo Dinaikkan Tahun Ini
Kepala Bidang Pelayanan, Pendaftaran dan Penetapan Pajak Daerah BKAD Kulonprogo, Chris Agung Pramudi pun tidak menyangkal LHP BPK tersebut. Menurutnya, instansinya sudah melaporkan rencana tindak lanjut dalam rapat kerja bersama panitia khusus LKPD DPRD Kulonprogo beberapa waktu yang lalu.
"Pemungutan pajak reklame hanya dapat dilakukan apabila wajib pajak telah memenuhi persyaratan objektif dan subjektif," katanya, Kamis (12/6/2025).
Ia menjelaskan, ketentuan pemungutan pajak reklame berdasarkan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) serta Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Perda PDRD). Pendataan terhadap objek reklame yang menjadi wajib pajak menjadi langkah kunci untuk mengonfirmasi dan memenuhi kedua syarat tersebut.
"Berdasarkan ketentuan perpajakan daerah, objek reklame yang tidak berizin pun tetap dapat dikenakan pajak, selama objek pajaknya memenuhi syarat," sambungnya.
Chris Agung menuturkan, dari total 165 objek reklame yang belum dikenai pajak, rinciannya terdiri dari satu objek reklame billboard telah ditetapkan pajaknya pada 10 Mei 2025 sebesar Rp11 juta, 99 objek telah terdata dan ditetapkan per 3 Juni 2025, 65 objek masih dalam pendataan. Itu meliputi identifikasi subjek pajak, jenis reklame, ukuran, sudut pandang, jumlah muka, dan lokasi.
Sementara itu, jika dilihat dari dari total 557 objek tidak berizin, sebanyak 392 objek telah memenuhi kewajiban pembayaran pajak. menurutnya, bersama BPK, dilakukan penghitungan potensi pajak dari 165 objek reklame tersebut, dengan hasil estimasi mencapai sekitar Rp32 juta, atau sekitar 4,4 persen dari total realisasi pajak reklame tahun 2024 yang mencapai Rp719 juta.
"Setelah penertiban oleh Satpol PP, sebanyak 22 objek reklame telah diturunkan oleh pemiliknya, sehingga potensi pajak menyusut menjadi Rp30 juta," ucap Chris Agung.
Rinciannya terdiri dari Rp11 juta dari 1 objek billboard yang telah ditetapkan dan Rp19 juta dari reklame jenis papan nama. Berdasarkan hal tersebut, sisa potensi pajak yang belum ditetapkan saat ini sekitar Rp18 juta, atau sekitar 2,6 persen dari realisasi pajak reklame tahun 2024.
Dia mengungkapkan, potensi terbesar pajak reklame sebenarnya masih berasal dari media billboard, yang tersebar di sekitar 120 titik lokasi strategis. Namun sayangnya, tingkat keterisian hanya mencapai 50 persen. Hal ini diduga dipengaruhi oleh dinamika industri periklanan luar ruang (outdoor advertising) yang semakin selektif dalam memilih lokasi yang benar-benar efektif menjangkau pengguna jalan.
"Dalam rekomendasi BPK sebagaimana ketentuan Perbup 22 Tahun 2022 disebutkan bahwa pengelolaan reklame merupakan kegiatan lintas sektor yang membutuhkan koordinasi erat antar-OPD," jelasnya.
Adapun OPD yang terlibat di antaranya Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP): berwenang menerbitkan rekomendasi teknis Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk reklame berkonstruksi. Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR): menerbitkan Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK), sebagai prasyarat penerbitan PBG reklame. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP): mengeluarkan izin PBG konstruksi serta izin penyelenggaraan reklame. Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD): bertanggung jawab atas pemungutan pajak reklame. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP): melakukan penertiban terhadap reklame.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News