Pembentukan Perpustakaan Kalurahan Berbasis Inklusi Sosial di Gunungkidul Masih Butuh Waktu Tujuh Tahun
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Gunungkidul memperkirakan butuh waktu sekitar tujuh tahun lagi untuk mewujudkan Transormasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) di seluruh kalurahan. Pasalnya, hingga sekarang dari 144 kalurahan, baru terbentuk di 65 kalurahan di Bumi Handayani.
Kepala Bidang Perpustakaan, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Gunungkidul, Arif Yahya mengatakan, program TBIS merupakan program Pemerintah Pusat yang diinisiasi oleh Perpustakaan Nasional. Diharapkan, perpustakaan berbasis inklusi sosial ini dapat didirikan di seluruh kalurahan.
Hanya saja, ia mengakui dikarenakan keterbatasan anggaran, maka pembangunan belum bisa menyasar ke setiap kalurahan. Pasalnya, hingga sekarang baru terbentuk di 67 kalurahan di Kabupaten Gunungkidul.
“Targetnya bisa terbentuk di 144 kalurahan, tapi hingga sekarang baru terbangun di 67 kalurahan,” kata Arif, Selasa (29/7/2025).
Menurut dia, program TPBIS tak serta merta langsung terbentuk di setiap kalurahan. Hal ini dikarenakan program dilakukan secara bertahap.
“Mungkin butuh waktu enam hingga tujuh tahun agar perpustakaan kalurahan berbasis inklusi sosial terbentuk di seluruh kalurahan di Gunungkidul,” ungkapnya.
Disinggung mengenai peran dari Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Gunungkidul dalam pembentukan TPBIS, Arif mengakui terus mendorong perpustakaan di setiap kalurahan menerapkan program ini. Selain itu, juga mendorong pengusulan dibiayai melalui Pagu Wilayah Indikatif Kapanewon (PIWK) atau penganggaran lewat musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang).
“Kami juga berupaya menggandeng pihak ketiga maupun universitas untuk membentuk TPBIS di setiap kalurahan,” katanya.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Gunungkidul, Kisworo mengatakan, perpustakaan di tingkat kalurahan tidak hanya untuk sarana literasi seperti membaca, meminjam atau mengembalikan buku. Pasalnya, fasilitas yang diberikan lebih luas karena bisa sebagai pusat pembelajaran maupun kegiatan Masyarakat.
“Program ini dikenal dengan perpustakaan berbasis inklusi sosial dan akan dikembangkan di seluruh kalurahan,” katanya.
Oleh karena itu, keberadaan perpustakaan bisa untuk kegiatan lain selain peningkatan minat baca. Hal ini dikarenakan di lokasi yang sama bisa menggelar kegiatan seperti senam, line dance, berbagai pelatihan mulai dari barista kopi, membuat bucket atau lainnya.
“Jadi juga sebagai bagian untuk menyemarakan dan menghidupkan keberadaan perpustakaan di kalurahan,” katanya. (David Kurniawan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News