Lokakarya Kamus Kristik, Masyarakat Diajak Membuat Aksesori Abdi Dalem Kraton Jogja

5 hours ago 3

Lokakarya Kamus Kristik, Masyarakat Diajak Membuat Aksesori Abdi Dalem Kraton Jogja Peserta Lokakarya Kamus Kristik tampak serius mengerjakan kamus kristik di Kompleks Kraton Jogja, Sabtu (17/5/2025). Harian Jogja - Ariq Fajar Hidayat

JOGJA—Banyak masyarakat telah mengenal abdi dalem, namun belum banyak yang mengenal aksesori tradisional yang dikenakan abdi dalem Kraton Jogja.

Salah satu aksesori menarik ialah kamus kristik, sejenis sabuk yang biasa dikenakan abdi dalem ketika tengah bertugas di lingkungan Kraton Jogja. Sementara, kristik merupakan teknik sulam tradisional dengan pola khusus yang berbeda dengan sulam pada umumnya.

Kali ini, masyarakat diajak membuat aksesori tradisional tersebut dalam Lokakarya Kamus Kristik yang digelar di Museum Wahanarata, kompleks Kraton Jogja, Sabtu (17/5/2025).

Carik Kawedanan Radyakartiyasa, Nyi R.Ry Noorsundari mengatakan, lokakarya ini merupakan bagian dari Pameran Hamong Nagari yang digelar untuk memperingati kenaikan tahta Sri Sultan Hamengku Buwono X ke-36 tahun.

“Biasanya kegiatan ini kita ambil dengan tema yang berhubungan dengan pameran itu sendiri. Nah kebetulan pamerannya tentang abdi dalem, jadi kita mencoba untuk membuat sesuatu yang berhubungan dengan abdi dalem,” ujarnya, Sabtu (17/5/2025).

BACA JUGA: Laga PSS Sleman Vs Persija Jakarta Terhenti karena Suporter Nyalakan Smoke Bomb dan Flare

Nyi R.Ry Noorsundari menjelaskan, kamus kristik memiliki potensi untuk lebih dikenal masyarakat luas. Menurutnya, aksesori ini lebih fleksibel karena dapat digunakan laki-laki atau perempuan, serta bisa dikenakan seluruh abdi dalem dari berbagai macam golongan atau kepangkatan.

Peserta lokakarya yang berjumlah 25 orang tampak antusias mengikuti kegiatan sejak pagi hingga menjelang sore. Selain diajarkan membuat kamus kristik, mereka juga dikenalkan tentang sejarah kristik yang sempat populer puluhan tahun lalu.

“Untuk kristik itu biasanya ibu-ibu zaman dulu atau generasi di atasnya milenial sudah familiar, karena biasanya masuk dalam salah satu pelajaran atau kegiatan di sekolah, misal di pelajaran PKK atau keterampilan,” jelasnya.

Membuat kristik pun dikatakan Nyi R.Ry Noorsundari lebih mudah daripada membatik. Ia mengatakan, risiko gagal dalam membuat kristik lebih kecil daripada membatik yang lebih rumit.

“Kalau membatik kan harus nembus ke bawah, kalau ‘malam’nya kurang panas atau gambarnya kurang nanti batiknya tidak jadi. Tapi kalau kristik pasti jadi, paling kesalahan yang biasa terjadi itu mungkin salah perhitungan, karena kan ada polanya kan,” katanya.

Keseruan dalam membuat kristik ini pun diungkapkan Riska Widyaningtyas (34), peserta lokakarya asal Sleman. Menurutnya, pembuatan kristik lebih mudah daripada sulam pada umumnya yang memiliki metode kompleks.

“Sekarang sudah tahu cara jahitnya, dan ternyata tidak serumit sulam. Kalau sulam kan ada beberapa metode, jadi kayanya kalau mengulang lagi tidak masalah,” kata Riska usai pelaksanaan lokakarya.

Selama 3,5 jam lamanya dilalui Riska dalam membuat kamus kristik. Dimulai dari membuat pola kurang dari 30 menit, dan dilanjutkan praktik sekitar 3 jam.

Riska masih mengingat ketika dirinya belajar membuat kristik semasa masih sekolah dulu. Kemampuan membuat kristik yang mulai memudar membuatnya tertarik mengikuti lokakarya yang digelar Kraton Jogja.

Memulai praktik lagi setelah sekian lama, dirinya percaya diri dapat bisa lebih cepat dalam membuat kristik. Pada percobaan kali ini, ia hanya merasa kurang tepat dalam memilih kombinasi warna.

“Kalau sudah bisa jahitannya, sudah memahami itu bisa lebih cepat lagi. Cuma kombinasi warna saya sama dengan background, jadi agak capek dilihat di mata,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |