Harianjogja.com, JOGJA— Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan Payment ID pada 17 Agustus 2025. Payment ID adalah kode unik berisi huruf dan angka yang terhubung dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Implementasinya akan dilakukan secara bertahap mulai 2026.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY, Eko Yunianto mengatakan OJK mendukung setiap upaya pengembangan sistem pembayaran yang handal dan agile. Merespon dinamika ekonomi keuangan digital yang terus berkembang seiring kemajuan teknologi, dengan tetap menjamin terciptanya keseimbangan antara inovasi dengan perlindungan konsumen.
Dia menjelaskan Payment ID tidak dapat menggantikan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) karena memiliki fungsi yang berbeda namun saling melengkapi. Sehingga profiling keuangan individu diharapkan akan lebih akurat.
Menurutnya SLIK adalah sistem berbasis pelaporan informasi debitur yang dikelola oleh OJK untuk mendukung pelaksanaan tugas pengawasan dan layanan informasi di bidang keuangan. SLIK juga dimanfaatkan oleh pelapor SLIK antara lain perbankan dan lembaga pembiayaan untuk asesmen kredit dan pengelolaan risiko kredit. Serta mitigasi penggunaan utang secara berlebihan oleh para calon debiturnya.
"Sedangkan Payment ID pada dasarnya merupakan kode unik [unique identifier] transaksi yang bertujuan untuk efisiensi pembayaran, pemetaan perilaku konsumsi, dan optimalisasi data transaksi keuangan," jelasnya, Kamis (31/7/2025).
Eko menyampaikan SLIK merujuk pada sistem pelaporan, sedangkan Payment ID adalah sistem untuk mengidentifikasi transaksi sehingga dapat membentuk profil keuangan individu.
Lebih lanjut dia mengatakan adanya Payment ID nantinya dapat menghasilkan profil keuangan individu yang lebih lengkap dan akurat berdasarkan data transaksinya.
"Kedepannya profiling keuangan individu ini dapat menjadi salah satu parameter bagi Industri Jasa Keuangan pada saat akan memberikan pendanaan kepada masyarakat," paparnya.
Melansir dari JIBI/Bisnis.com, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono mengatakan bahwa pengembangan sistem itu akan diawali dengan tahap eksperimentasi untuk menguji model bisnis, mekanisme pembentukan, dan pemanfaatan Payment ID.
Eksperimentasi dilakukan secara terbatas, antara lain pada use case penyaluran bantuan sosial (Bansos) untuk mendukung program digitalisasi Bansos yang dilakukan oleh pemerintah.
Dicky menjelaskan bahwa BI akan mengembangkan Payment ID sebagai unique identifier yang merepresentasikan pelaku sistem pembayaran, baik individu maupun entitas.
Tujuannya, untuk mendukung penguatan integritas transaksi pembayaran, perluasan inklusi keuangan, dan perumusan kebijakan. Nantinya, format Payment ID terdiri dari 9 digit alfanumerik yang akan dibentuk berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang di-hash dengan formula enkripsi terkini.
"Payment ID sebagai bagian dari pengembangan infrastruktur data SP akan diimplementasikan secara bertahap mulai 2026," ujarnya.
Pembentukan dan pemanfaatan Payment ID akan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keamanan data sesuai Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), antara lain pemanfaatan Payment History hanya dapat dilakukan setelah memperoleh consent atau persetujuan dari individu pemilik data.
Dicky berharap implementasi secara bertahap ini setidaknya memberikan manfaat bagi masing-masing pelaku terkait. Pertama, bagi pemerintah hal ini akan mendukung program transformasi digital pemerintah dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kedua, bagi BI hal ini memperkuat kapabilitas bank sentral dalam memelihara stabilitas sistem pembayaran, mencapai stabilitas nilai rupiah, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan. Ketiga, bagi industri, Payment ID menjadi alat untuk menjamin ekosistem dan integritas transaksi, serta mendukung sistem keuangan yang built on trust.
Sementara bagi masyarakat, pembentukan payment history akan mendukung perluasan akses pembiayaan dan kualitas kredit. Payment ID memungkinkan seseorang akan memiliki identitas pembayaran yang terintegrasi dengan NIK sehingga seluruh transaksi, baik perbankan, multifinance, pinjol, hingga e-wallet bisa terekam dan terpantau oleh BI.